Wawancara Imajiner dengan ESP E-RA Membangunkan Sumsel dari Tidur Panjang

banner 468x60

E-RA merupakan koordinat definitif hasil perpaduan antara absis Ir. H. Eddy Santana Putra, M.T (ESP) dan ordinat Dr. Riezky Aprilia, S.H.,M.H. (RA).

E-RA terpanggil untuk memenuhi aspirasi banyak tokoh masyarakat Sumsel agar tampil memimpin Sumsel mencapai Kegemilangan, sebagaimana Kegemilangan Sriwijaya berhasil menjadi ikon terbesar di Nusantara, yang menorehkan sejarah mendunia dalam rentang kekuasaan tak kurang dari tujuh abad (abad ke-7 s.d. abad ke-13).

banner 336x280

Berikut interview Syamsul Noor (SN) dari media siber MSINews dengan Cagub Sumsel Ir. H. Eddy Santana Putra, M.T. (ESP). SN berkemeja biru laut dan bercelana hitam duduk di hadapan ESP mengenakan baju kemeja putih dipadu dengan celana hitam.

SN : Selamat Siang. Salam sehat dan sejahtera buat Kak ESP sekeluarga dan juga buat semua relawan Pendukung E-RA di mana pun berada. Apa boleh saya panggil Kak ESP?

ESP : Boleh, silakan. Nama saya memang kerap dipanggil ESP. Terima kasih. Salam sehat dan sejahtera kembali.

SN : Latar belakang utama Kak ESP maju sebagai Paslon dalam Pilkada Sumsel 2024, adalah memenuhi aspirasi banyak masyarakat, terutama para tokoh masyarakat Sumsel. Apakah benar begitu?

ESP : Ya. Impian banyak masyarakat agar Sumsel lebih maju. Di dalam impian itu terimplikasi kepercayaan masyarakat sekaligus ujian buat saya. Seandainya Sumsel ke depan mengalami kemajuan, itu penyebab utamanya bukan saya, melainkan kemajuan itu karena masyarakat berjuang bersama-sama mewujudkan Sumsel maju. Sumsel Cerah: Cerdas, Sehat, dan Sejahtera bersama E-RA Baru, di dalam Semangat Baru, Harapan Baru, dan Pemimpin Baru.

SN : Luar biasa, Kak ESP. Apakah itu semacam literasi kognitif yang berhasil Kak ESP jual ataukah itu memang kunci atau key word dari keberhasilan E-RA?

ESP : Mau dibilang apa pun dan sebagai apa pun, fakta membuktikan Sumsel Cerah bukan karena siapa-siapa, bukan karena ESP dan Riezky saja. Sumsel Cerah karena mayoritas rakyat berjuang bersama-sama mewujudkannya.

SN : Ada pepatah Melayu berbunyi, “Ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk”. Apa komentar Kak ESP dalam konteks peran urgen sosok pemimpin di Sumsel?

ESP : Komentar saya, jangan pernah menganggap remeh pendidikan. Di dalam pendidikan ada banyak guru yang mensosialisasikan ilmu, termasuk sikap Ilmu Padi tadi kepada anak didik. Pepatah tentang ilmu padi itu merupakan kecerdasan lokal Sumsel, bahkan seluruh provinsi se-Indonesia mengenalnya. Dalam slogan Cerah itu bukan Cerdas ditempatkan paling dahulu. Itu komitmen E-RA pada urgensi pendidikan sebagai upaya bersama guna mencerdaskan rakyat. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan pokok negara ini berdiri.

SN : Mau pintar dan mau cerdas itu mahal. Mau sehat juga mahal. Apalagi mau sejahtera, bukankah semua butuh biaya dan semua ada harga. Apa penjelasan Kak ESP?

ESP : Uji pepatah Palembang, Ado Caro Ado Rego. Katek Caro Katek Rego. Apa maksudnya? Arti harga itu dalam banyak hal bergantung pada cara. Jadi, pendidikan, kesehatan, standarisasi Sejahtera akan sangat mahal dan berada di luar kemampuan, apa cara mengelolanya keliru sehingga menjadi tidak efektif dan terjadi inefisiensi. Kalau pengelolaannya efektif, efisien, rasional, proporsional, dan kondusif, tentu anggapan mahal itu bergeser menjadi terjangkau, rasional, bahkan gratis. Dalam arti pemerintah berdasarkan amanat UUD 1945 berkewajiban mencerdaskan warga negara melalui program pendidikan.

SN : Oh, ya… Kak ESP. Secara nasional terkesan terjadi tumpang tindih antara Pendidikan dan Kebudayaan. Terbukti ada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal dalam perspektif kebudayaan, pendidikan merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Apa pendapat Kak ESP dalam konteks tersebut.

ESP : Begini. Pendidikan itu mikro. Kebudayaan itu makro. Hal mikro disandingkan pada hal makro tidak berarti terjadi tumpang tindih. Justru mikro dan makro oleh karena sifatnya koherensif justru saling memperkuat dan saling melengkapi. Dengan semangat kebudayaan kita fokus pada pendidikan guna mewujudkan manusia budaya. Sebab, dalam arti seluas-luasnya hanya manusia budaya yang pandai menghargai kebudayaan.

SN : Baik. Penjelasan Kak ESP sangat kontekstual dan tepat sasaran. Lalu sebagaimana Kak ESP saksikan sendiri banyak sekali aset-aset Kebudayaan daerah di Sumsel terancam punah, bahkan memang sudah dinyatakan punah atau tergusur. Apa penjelasan Kak ESP?

ESP : Nama Santana pada Eddy Santana Putra diberikan oleh *Almarhum Letjend. (Purn.) Bambang Oetoyo*, kepada anak lelaki dari *Almarhum Kol.(Purn.) H. Animan Achyad*. Dalam bahasa Jawa Santana dilafazdkan *Sentono* yang bermakna
*Manusia pemberi pedoman untuk menjadikan manusia semakin manusia.* Manusia menjadi semakin manusia, menurut pendapat saya tidak lain dari *Manusia Budaya* atau *Manusia mencintai Budaya”. Dalam konteks ini saya berharap kelak setelah menjabat sebagai gubernur Sumsel, Insya Allah, saya akan menata kebudayaan daerah di Sumsel bukan saja terawat tetapi terdepan di Nusantara, seperti tempo dulu, baik era Sriwijaya maupun pada era Kesultanan Palembang Darussalam. Jangan lupa, pada kurun 1750-1800 Masehi Palembang menjadi Pusat Kebudayaan Islam berbahasa Melayu di Nusantara.

(WAWANCARA TERHENTI SEJENAK KARENA ESP MENYERUPUT AIR DARI CANGKIR DI ATAS MEJA DI HADAPANNYA. KETIKA ITU SECARA BERSAMAAN SN MALU-MALU MENYEKA MATANYA YANG MENDADAK BERLINANGAN AIR MATA MENDENGAR PENJELASAN ESP.

SN : Wawancara ini sudah mendekati akhir. Kak ESP, saya terharu sekali dan terima kasih atas kesediaan Kak ESP memberikan banyak sekali penjelasan berharga buat masyarakat Sumsel. Semoga masyarakat sadar, KSP lebih dari layak untuk masyarakat Sumsel pilih memimpin Sumsel ke depan. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.***

Syamsul Noor adalah pelaku sastra, jurnalis SMINews Biro SumselBabel, dan Ketua Departemen Data pada Pusat Kajian Sriwijaya (PKS), FISIF-UNSRI.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *