Anggota Komisi III DPR Minta Transparansi Penuh Soal Kematian Brigadir Nurhadi: Jangan Sisakan Ruang Abu-abu

oleh
banner 468x60

Jakarta,msinews.com– Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Juliani mengatensi khusus perkembangan kasus kematian tragis Brigadir Muhammad Nurhadi yang terjadi di Gili Trawangan, Lombok Utara, pada 16 April 2025.

Dewi mendesak agar seluruh proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan menyeluruh.

banner 336x280

“Seharusnya dengan adanya kematian, hasil forensik dan bukti lainnya, kasus ini sudah berada dalam tahap penyidikan, bukan penyelidikan lagi,” ujar Dewi kepada wartawan, Sabtu (12/7/25)

Kasus ini mencuat ke publik setelah keterangan resmi disampaikan oleh Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, yang menyebutkan bahwa Brigadir Nurhadi meninggal dunia setelah mengikuti sebuah pesta bersama dua atasannya, Kompol IMY dan Ipda HC, serta dua perempuan berinisial P dan M di sebuah vila bernama Villa Tekek.

“Kami mendorong agar pihak kepolisian tidak menyisakan ruang abu-abu sedikit pun dalam penanganan kasus ini. Kematian Brigadir Nurhadi bukan hanya menyangkut tindak pidana, tapi juga menyangkut integritas institusi Polri secara keseluruhan di mata publik,” beber Dewi.

Dewi Juliani menyoroti sejumlah poin krusial yang menurutnya perlu dijelaskan secara gamblang kepada masyarakat.

Brigadir Nurhadi diduga mengonsumsi narkotika jenis ekstasi dan obat penenang riklona. Dewi menegaskan bahwa harus ada pengungkapan siapa yang memberikan zat tersebut dan bagaimana zat itu bisa berada di lokasi pesta. Apalagi, dua atasan korban ikut hadir dalam kegiatan tersebut.

Informasi bahwa korban sempat merayu salah satu perempuan di lokasi sebelum meninggal dunia menjadi bagian penting yang perlu didalami.

“Apakah tindakan tersebut memicu tindak kekerasan? Apakah ini terkait dengan luka-luka yang ditemukan pada tubuh korban? Semua harus diurai secara objektif,” tutur Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Minimnya Rekaman CCTV

Dewi juga menyoroti minimnya hasil rekaman CCTV di area kolam tempat korban ditemukan tewas.

“Minimnya bukti visual dari lokasi utama kejadian jelas menghambat transparansi dan pengungkapan fakta. Kepolisian perlu menjelaskan secara teknis mengapa ini bisa terjadi seperti itu serta mengumpulkan bukti pendukung visual lainnya,” tambahnya.

Hasil forensik menunjukkan bahwa Brigadir Nurhadi mengalami patah pada bagian lidah, luka di kepala, tengkuk, punggung, dan kaki, serta memar di kepala. Diduga kuat korban dicekik sebelum akhirnya tenggelam dalam keadaan tidak sadar.

“Ini bukan kasus biasa. Dugaan penganiayaan berat telah muncul, dan ini harus ditindak dengan serius dan tanpa kompromi,” tegas Dewi Juliani.

Kompol IMY, Ipda HC, dan M telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP serta Pasal 359 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dewi mengapresiasi langkah cepat kepolisian, namun menekankan bahwa sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap dua perwira polisi harus dilakukan secara terbuka di hadapan publik.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Juliani

“PTDH itu bukan hanya sanksi administratif, tetapi bentuk komitmen etis dan moral institusi Polri terhadap keadilan,” ungkapnya.

Perlu Optimalisasi Peran Bhayangkari

Pada sisi lain, Dewi berharap agar para Bhayangkari memiliki peran aktif guna menjaga dan menjadi pengingat agar para suami, sebagai anggota Polri dapat menjauhi penyimpangan baik perilaku, etik maupun hukum.

Bagi Dewi, Bhayangkari adalah tonggak ketahanan keluarga yang memiliki multi peran, sebagai isteri menjaga harkat martabat suami, sebagai ibu mempersiapkan generasi penerus, dan sebagai Bhayangkari menjaga keseimbangan dan harmoni interaksi sosial, guna turut menjaga marwah Polri.

“Kapolri perlu melakukan upaya Re-Optimalisasi peran Bhayangkari yang bermakna dan berdampak”, tukas Dewi.

Lebih jauh, Dewi Juliani menekankan bahwa pengungkapan menyeluruh terhadap kasus sebagai upaya untuk melindungi institusi Polri dari perilaku menyimpang oknum anggotanya yang dapat merusak citra dan kehormatan kepolisian di mata masyarakat.

“Apalagi dalam hal “perkeliruan bersama” atau “kenakalan terpimpin”, hingga mengakibatkan kematian, ketegasan pimpinan Polri adalah mutlak”, pungkas legislator dapil Riau ini.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *