Jakarta, Infomsi–Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan RB) Alex Denni mengatakan, revisi Undang-undang (RUU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN diharapkan menjadi solusi persoalan tenaga non ASN (honorer). Sebagimana diketahui, saat ini jumlah tenaga honorer masih tercatat mencapai 2,3 juta orang.
“Revisi UU ASN juga sekaligus menjadi solusi atas permasalahan tenaga non-ASN yang saat ini jumlahnya membengkak hingga 2,3 juta orang, dari proyeksi sebelumnya yang hanya tinggal sekitar 400 ribu orang,” kata Alex dilansir dari siaran pers di laman resmi Kemenpan RB, Minggu (6/8/2023).
“Pembengkakan jumlah tenaga non-ASN atau honorer tersebut terutama di pemerintah daerah,” imbuhnya
Alex menjelaskan, pemerintah ingin mengamankan 2,3 juta tenaga honorer tanpa ada pemberhentian massal. Kemudian, pemerintah juga memastikan tidak boleh ada pengurangan pendapatan tenaga honorer dari yang diterima saat ini.
“Sekaligus kami memastikan tidak boleh ada pembengkakan anggaran,” ujarnya
Selain penanganan tenaga non-ASN, revisi UU ASN dilakukan untuk menyelesaikan isu terkait kesejahteraan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Sebelumnya, kata Alex, PPPK tidak memperoleh jaminan pensiun. Dalam RUU ASN, Kesejahteraan PNS dan PPPK digabung dalam konsep penghargaan dan pengakuan ASN yang merupakan bagian dari manajemen ASN secara keseluruhan.
PPPK akan diberikan jaminan pensiun dan jaminan hari tua dengan skema defined contribution. Alex menambahkan, secara garis besar, terdapat 7 kluster pembahasan dalam RUU ASN.
Tujuh kluster tersebut adalah penguatan sistem merit; penetapan kebutuhan ASN, kesejahteraan ASN, penyesuaian ASN sebagai dampak perampingan organisasi, penataan tenaga honorer, digitalisasi manajemen ASN serta ASN di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Di revisi UU ASN nanti, salah satu yang diperkuat adalah bagaimana ASN bisa semakin kompetitif, lincah, dan dinamis untuk menjawab tantangan zaman,” ungkapnya. Diberitakan sebelumnya, proses revisi UU ASN berjalan lamban.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan penyebab lambannya proses revisi aturan tersebut yakni karena pendataan tenaga honorer bermasalah. Doli mengatakan, proses itu terkendala tak sinkronnya kinerja pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Padahal, DPR ingin revisi UU ASN bisa menyelesaikan persoalan banyak tenaga honorer di berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
“Problemnya itu sering ada miss koordinasi antara pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Prediksi awal, jumlah tenaga honorer itu semua 800 ribuan. Kita catat waktu itu,” ujar Doli dalam rapat dengar pendapat dengan forum Non ASN Jawa Tengah di Gedung DPR RI, Senayan, waktu lalu. (ror).