Komplek Percandian Bumi Ayu, Situs Arkeologis Sriwijaya yang Terbaik

oleh
banner 468x60

Oleh Syamsul Noor

SETELAH Kabupaten Muaraenim (Lematang Ilir Ogan Tengah, LIOT) mengalami pemekaran pada 2013, lahirlah kabupaten baru hasil pemekaran bernama Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).

banner 336x280

Kabupaten PALI merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Muara Enim yang disahkan 11 Januari 2013, melalui UU Nomor 7 tahun 2013. Memiliki 26 karakter dan 23 huruf. Kabupaten ini memiliki nama kabupaten/kota terpanjang kedua di Indonesia, setelah Kepulauan Siau Tagulandang Biaro di Sulawesi Utara

PALI beribukota di Pendopo (Talang Ubi) terdiri dari lima kecamatan, yaitu Abab, Penukal, Penukal Utara, Talang Ubi, dan Tanah Abang. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) pada 2023 di Kabupaten PALI terdapat 5 desa dan 65 kelurahan (dari total 236 kecamatan, 386 kelurahan dan 2.853 desa di seluruh Sumatera Selatan)

Candi Bumi Ayu terletak di desa Bumi Ayu Kecamatan Tanah Abang Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Dengan jarak berkisar 40 km dari kota Pendopo ibukota Kabupaten PALI, Komplek Percandian Bumi Ayu tentu lebih mudah ditempuh melalui jalur darat.

Candi Bumi Ayu mulai menampakkan wujud indahnya seiring pemerintahan Kabupaten PALI semakin memberikan perhatian kepadanya. Candi Bumi Ayu merupakan salah satu situs peninggalan agama Hindu yang terdapat di pesisir Sungai Lematang, di hilir Desa Siku sebagai desa paling ilir dari Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim.

Dari Kota Palembang menuju Komplek Percandian Bumi Ayu berjarak sekitar 137 kilometer. Menempuh jalur darat paling mudah adalah melalui jalan Tol Indralaya-Prabumulih sekitar 2,5 jam perjalanan.

Sampai saat ini lebih kurang 9 (sembilan) bagunan candi yang telah ditemukan dan 4 di antaranya telah dipugar, yaitu Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan Candi 7 serta Candi 8. Usaha pelestarian ini dimulai pada 1990 hiingga sekarang.

Candi Bumi Ayu merupakan death monument alias monumen yang telah ditinggalkan masyarakatnya/penduduknya pada zaman dahulu. Candi ini merupakan satu-satunya komplek percandian yang berada di Provinsi Sumatera Selatan,

Lebih kurang 75,5 ha kawasan komplek Candi Bumi Ayu. Akan tetapi, hingga kini baru dibebaskan sekitar 20 ha. Dari Penggalian selama ini terdapat 12 (dua belas) telah ditemukan, namun baru lima candi telah dipugar atau dibuka. Dari penggalian para arkelog maka komplek Candi Bumi Ayu merupakan candi Hindu terbesar di luar Pulau Jawa.

Dari penemuan tersimpulkan, candi-candi ini memiliki kemiripan dengan Candi Prambanan di Jawah Tengah, diperkirakan didirikan pada tahun 819Saka atau 897 Masehi. Pada situs candi terdapat beragam arca, antara lain Siwa Mahaguru, Nandi, Agastya, dan Narawahana, yang tersimpan di dalam gedung Galeri Koleksi Candi Bumi Ayu.

Sebagai pusat perkembangan Kerajaan Sriwijaya, Sumatra Selatan memiliki banyak peninggalan bersejarah. Salah satunya yakni Candi Bumiayu yang berada di Desa Bumiayu, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Bahkan, candi ini menjadi satu-satunya peninggalan Kerajaan Sriwijaya dalam bentuk komplek bangunan di Sumsel, yang sudah ditemukan dan dipugar.

Peneliti Balai Arkeologi Sumsel, Sondang M. Siregar, mengatakan, Candi Bumiayu merupakan komplek percandian peninggalan agama Hindu, yang terdiri dari 13 buah bangunan candi yang telah ditemukan. Lima
di antaranya telah dipugar, yaitu Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan 7, Candi 8.

“Berdasarkan kronologinya komplek candi ini diidentifikasi dibangun era Kerajaan Sriwijaya sekitar abad 8-13 Masehi, dan merupakan satu-satunya komplek percandian Sriwijaya yang telah dipugar,” kata Sondang M. Siregar.

Menurutnya, hal itu diperkuat berdasarkan tekstur bangunan, seperti keramik, arca, yang lekat dengan Kerajaan Sriwijaya. Selain itu, hasil penelitian juga menyatakan untuk bangunan candi 1,2, dan 3 digunakan sebagai tempat sakral atau bangunan ritual.

Usaha pelestarian ini telah dimulai pada tahun 1990 sampai sekarang. Komplek Percandian Bumiayu meliputi lahan seluas 75,56 ha, dengan batas terluar berupa 7 buah sungai parit yang sebagian sudah mengalami pendangkalan.

Sementara itu, candi-candi di Bumiayu merupakan death monument, artinya monumen yang telah ditinggalkan masyarakat pendukungnya. Candi tersebut ditinggalkan mungkin seiring dengan terdesaknya kekuatan politik Hindu oleh Islam pada sekitar abad ke-16. Kemudian candi-candi itu rusak dan terkubur tanah hingga ditemukan kembali oleh E.P. Tombrink pada 1864. Peninggalan monumental itu beserta sistem budayanya benar-benar hilang pula dari ingatan kolektif pewarisnya.

Penduduk Bumiayu tidak mengenal fungsinya semula. Cerita penduduk dicatat oleh A.J. Knaap pada 1902 menyatakan, apa yang sekarang disebut candi di Bumiayu adalah bekas istana kerajaan yang disebut Gedebong Undang. Diceritakan pula bahwa wilayah kerajaan tersebut sampai di Modong dan Babat.

F.M. Schnitger melaporkan, di kedua desa tersebut terdapat pula tinggalan agama Hindu (1934: 4), namun kini telah hilang terkena erosi Sungai Lematang.

BEBERAPA ARCA

ARCA SIWA: Kali pertama ditemukan di Candi 1 Bumiayu berbahan batu dengan tinggi arca 62 cm. Kondisi arca saat ini, pada bagian kepala, wajah dan dada rusak. Bagian lain pa­­tah, yaitu tepi kanan atas sandaran arca, pergelangan tangan kanan depan, lengan kiri depan dan tangan kiri bela­kang serta lutut kanan. Arca saat ini disimpan di Gedung Koleksi Kawasan Percandian Bumi Ayu.

Arca duduk dalam sikap wiramudra di atas padmasana (kelopak bunga teratai). Pada bagian atas alas arca (padmasana) terli­hat penggambaran biji-biji padma. Kedua kaki dili­pat saling menyilang dan telapak kaki kanan diarahkan ke atas. Tangan-tangannya berjumlah empat, yaitu kedua tangan depan diletakkan di depan perut, saling bertumpu dan masing-masing te­lapak di arahkan ke atas, sedangkan kedua tangan belakang masing-masing, sebelah kanan me­me­gang tombak dan tangan kiri meme­gang aksamala.

Pa­kaiannnya berupa kain trans­paran/tipis, bermotif bunga dan panjang sampai pergelangan kaki. Sebagai pengingat kain digu­nakan sampur dengan simpul di kanan dan kiri pinggul dengan ke­dua ujung sampur digam­barkan menjurai dan menempel pada san­daran arca. Rambut arca ditata berupa sanggul dengan ben­tuk mahkota.

Jamang yang dikenakan berhias motif bunga. Dua buah kalung, gelang lengan ber­jumlah dua pada masing-masing lengan, hiasan telinga berupa untaian manik-manik yang men­juntai sampai di atas bahu, gelang kaki (nūpura) berupa untaian manik-manik dike­nakan seba­gai hiasan pada arca tersebut.

Dari segi gaya pakaian dan perhiasan cukup menun­juk­kan bahwa arca Siwa dari Situs Bumiayu ini dapat dikelompokkan dalam gaya seni peralihan, yaitu antara seni arca Jawa Tengah dan seni arca Jawa Timur. Kalau kita ban­dingkan ciri-ciri arca tersebut dengan ciri-ciri arca dari masa Singhasari terlihat ada perbedaan. Salah satu ciri dari arca-arca masa Singhasari di sisi kanan dan kiri tokoh terlihat padma yang keluar dari bonggolnya. Arca Siwa dari Bumiayu tidak memiliki ciri tersebut. Ciri lainnya yaitu peng­gam­bar­an perhias­an yang dikenakan.

Arca dari Bumi­ayu lebih sederhana diban­dingkan arca-arca dari masa Singhasari. Dengan demikian arca Siwa dari Situs Bumiayu ini dapat berasal dari periode lebih tua atau sebelum seni Singhasari yaitu abad ke-11-12 Masehi.

ARCA DEWA: kali pertama ditemukan di Candi 1 Bumiayu Desa Bumi Ayu, Kec. Tanah Abang Kabupaten PALI Provinsi Sumsel. Arca ini berbahan batu dengan tinggi arca 50 cm. Kondisi saat ini, Pecah pada bagian tangan kiri, dada dan tepi sebelah atas dari sandarannya. Arca saat ini disimpan di Gedung Koleksi Kawasan Percandian Bumi Ayu.

Arca digambarkan duduk dalam sikap Wiramudra di atas alas berbentuk oval. Kedua kaki dilipat, saling bertum­pu dengan telapak kaki kanan diarahkan ke atas. Kedua ta­ngannya di letakkan di pangkuan, masing-masing telapak di arah­kan ke atas dan saling ber­tumpu. Di atas telapak tangan kanan terdapat bunga padma. Rambut­nya ditata dalam bentuk menyerupai mahkota dan pada bagian puncaknya ter­dapat hias­an berupa bunga padma.

Ja­mang yang dikenakan berhias motif bunga berjumlah tiga buah dan jamang ini seolah-olah sebagai pengikat tatanan rambut ba­gian bawah. Ikal-ikal rambut digam­barkan menjurai di atas bahu kanan dan kiri. Kain yang dikenakan panjang hingga perge­langan kaki dan bermotif bunga. Kain tersebut diikat dengan sampur dan ujung-ujung sampur jatuh menjurai di kanan serta kiri paha dan menyentuh permukaan asana

Bebe­rapa jenis perhiasan yang dike­nakan, yaitu sepasang hiasan telinga berben­tuk seperti cincin, dua buah kalung, terdiri dari untaian manik-manik (mala) dan kalung mu­tiara (hara). Sepasang gelang lengan ber­hias bunga, sepa­sang gelang tangan dan sepasang gelang kaki juga dipakai arca tersebut.

Meskipun perhiasan dikenakan arca tidak begitu kaya, namun dari peng­gambaran pakaian dapat dikatakan bahwa arca ini mempunyai kemiripan gaya seperti arca-arca dari masa Jawa Timur. Kemungkinan arca Dewa ini berasal dari awal atau masa peralihan antara seni Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu abad ke-11-12 Masehi.

ARCA NANDI: dalam posisi mendekam di atas ke­dua alas dengan kedua kaki hadapan dilipat ke belakang dan kedua kaki belakang dilipat ke depan. Ekor­nya dilipat ke kanan dengan ujung­nya ada di bagian atas.

Kedua tan­duknya telah patah. Kedua daun telinga­nya dilipat ke arah belakang menem­pel di bagian kiri dan kanan leher. Bergelambir dan berke­lasa. Hiasan yang dipakai adalah seuntai kalung dengan gantungan (liontin) berupa enam helai daun talas dan tujuh buah perunggu (genta) kecil. Di bagian moncongnya terdapat hiasan melingkar.

Arca ini kali pertama ditemukan dalam kegiatan pengupasan Candi 1 Bumiayu yang dilakukan pada tahun 1992 oleh Bidang Muskala. Kondisi arca pada saat ini relatif utuh, pada muka arca nandi terdapat sambungan, bagian lapik bagian sudut depan pecah, sedangkan bagian sudut belakang patah. Arca Nandi ini telah masuk dalam daftar inventaris negara dengan NO.  INV.  BMY-1/9201, sekarang di simpan di ruang koleksi Candi 1 Bumiayu, Kawasan Percandian Bumiayu.

ARCA KEPALA KALA: kali pertama ditemukan di Candi 8 Bumiayu Desa Bumi Ayu, Kec. Tanah Abang Kabupaten PALI Provinsi Sumsel. Kapala Kala ini berbahan tanah liat. Arca saat ini disimpan di Gedung Koleksi Kawasan Percandian Bumi Ayu.

Kepala Kala digambarkan dengan mata melotot, hidung mancung, mulut terbuka dan menyeringai, sehingga deretan giginya terlihat. Pada Kepala Kala ini juga dilihatkan lidah yang terjulur keluar. Tulang pipinya digambarkan menonjol, sedang bagian atas alis ditarik ke atas hingga membentuk segitiga. Sebagian wajah kepala kala khususnya dibagian atas mata disamarkan dengan hiasan daun-daunan. **

*) Penulis adalah Ketua Departemen Data pada Center for Crivijaya Studies (CCS)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *