Komisi XI DPR RI Soroti Usaha Ilegal Milik WNA dan Penggunaan Kripto di Bali

oleh
banner 468x60

Badung,Bali,msinews.com-Anggota Komisi XI DPR RI, Eriko Sotarduga menilai, kembalinya gairah pariwisata di Bali pasca Pandemi Covid-19 membawa banyak dampak. Tak hanya dari sisi positif seperti pembangunan dan peningkatan ekonomi, tetapi ada juga efek samping yang berpotensi mengganggu keberlangsungan ekonomi di pulau tersebut.

Eriko Sotarduga pun menyoroti usaha milik Warga Negara Asing. Usaha ilegal yang umumnya bergerak di bidang jasa tersebut disinyalir mulai bermunculan sebagai dampak kembali masifnya kegiatan wisata di Bali.

banner 336x280

“Hanya memang kita harus jujur ada efek sampingnya dari ini (kembalinya berjayanya pariwisata di Bali). Ada turis asing memanfaatkan ini untuk membuat perekonomian baru bagi mereka, padahal itu kan sebenarnya tidak boleh,” kata Eriko kepada wartawan saat menghadiri Rapat Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Badung, Bali, Senin (5/8/2024).

Sebagaimana diberitakan berabagi media massa serta keluhan masyarakat di Bali, soal bermunculannya usaha rental motor yang dijalankan secara ilegal oleh wisatawan asing yang masuk Indonesia dengan visa kunjungan. Politisi PDI-Perjuangan ini menekankan bahwa seharusnya sektor-sektor usaha tersebut merupakan “lahan” pencaharian bagi warga lokal.

Soal Kripto

Selain itu, anggota Badan Anggaran DPR RI ini juga menyoroti indikasi penggunaan mata uang virtual atau kripto dalam bisnis yang dijalankan secara ilegal oleh para turis asing.

Untuk itu, Eriko mendorong Bank Indonesia untuk menggandeng pemerintah daerah untuk melakukan aksi penanggulangan pada masalah-masalah tersebut.

“Nah ini yang kami sampaikan tadi kepada Bank Indonesia, agar sangat berhati-hati karena kripto bukan berarti tidak boleh tetapi di aturan di negara tidak boleh menjadi alat pembayaran sama seperti masa uang asing juga. Ini yang harus dilihat dan diamati dan juga harus ada aksi bersama pemerintah daerah. Tadi kami memberikan masukan itu,” kata dia.

Merujuk pada UU nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, alat pembayaran yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia adalah mata uang rupiah. Sedangkan kripto sendiri ditetapkan sebagai Komoditi yang dapat dijadikan Subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018.

“Jangan sampai perputaran perekonomian yang ada di Bali tidak bisa dinikmati oleh warga Bali atau secara umum warga negara Indonesia lantaran justru terserap oleh usaha ilegal milik WNA. Ia pun kembali meminta Bank Indonesia segera berkolaborasi dengan pemerintah setempat untuk secepatnya melakukan aksi langsung ke lapangan,” imbuhnya. ** Tim/DM.

 

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *