MSINEWS.COM –Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas, menegaskan bahwa Indonesia tengah menghadapi krisis kesehatan mental perempuan yang tidak boleh lagi dipandang sebagai isu pinggiran. Hal ini diungkapkan dalam FGD bertema “Menyingkap Beban Ganda dan Trauma: Eksplorasi Mendalam Kesehatan Mental Perempuan di Era Kontemporer” di Universitas PGRI Semarang, Minggu (7/12/2025).
“Kesehatan mental perempuan bukan urusan individu, tetapi tanggung jawab negara dan masyarakat. Ketika ratusan perempuan menjadi korban tiap tahun, itu menandakan ada yang salah dalam sistem perlindungan kita,” tegasnya.
Meski pemerintah telah memiliki payung hukum seperti UU PKDRT dan UU TPKS, GKR Hemas menilai implementasinya masih harus diperkuat. Ia juga mendorong agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan dalam Prolegnas 2026. “Pekerja rumah tangga sebagian besar adalah perempuan, dan mereka termasuk kelompok paling rentan. Negara tidak boleh menunda perlindungan mereka,” ujar Hemas.
Dalam paparannya, Hemas juga menyoroti meningkatnya ancaman di ruang digital. Ia menilai maraknya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) termasuk cyberbullying, pelecehan seksual digital, hingga deepfake pornografi telah menambah beban psikologis perempuan secara signifikan.
“Teknologi memberi peluang, tetapi juga melahirkan bentuk-bentuk kekerasan baru yang sangat merusak mental perempuan. Sehingga dibutuhkan segera gerakan kolektif untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan kesehatan mentalnya,” pungkasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komite I DPD RI Muhdi, mengapresiasi inisiasi GKR Hemas terhadap penyelenggaraan FGD ini. Dirinya bersama anggota DPD RI dari berbagai provinsi di Subwilayah Barat II siap membawa hasil FGD ini sebagai rekomendasi konkret DPD RI.
“Kami mengapresiasi kepedulian Ibu GKR Hemas yang konsisten memperjuangkan isu-isu perempuan. Kami bersama Anggota DPD RI Subwil Barat II siap memperjuangkan hasil FGD ini dalam pembahasan kebijakan di tingkat nasional,” tutur Muhdi yang juga merupakan Ketua PGRI Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Dosen Psikologi Universitas PGRI Semarang Arri Handayani, menekankan bahwa perempuan kerap memikul beban peran ganda yang tidak selalu terlihat di permukaan. Ia menjelaskan bahwa peran ganda yang tidak dikelola dengan baik dapat berubah menjadi kelelahan emosional yang panjang. “Burnout itu bukan kelemahan, tetapi sinyal bahwa seseorang sudah terlalu lama menanggung tuntutan yang tidak seimbang,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Psikologi Universitas PGRI Semarang Christin Wibhowo menyoroti peran besar fluktuasi hormon terhadap stabilitas emosi perempuan. Ia mengatakan bahwa perubahan hormon dapat memicu PMS, PMDD, hingga depresi pascapersalinan, terutama ketika perempuan tidak mendapatkan dukungan yang memadai.
“Banyak kondisi emosional perempuan sebenarnya dipengaruhi faktor biologis yang tidak boleh diremehkan. pemahaman publik tentang aspek hormonal ini penting agar perempuan tidak lagi distigma dan bisa mendapatkan bantuan yang tepat waktu,” tuturnya.//

