Taman Miniatur Sriwijaya, REVITALISASI DAN REAKTUALISASI

oleh
banner 468x60

Oleh: Dr. A. Erwan Suryanegara, M.Sn.
Penggiat Kebudayaan

“Ombai Akas sikam kok haga mulang, mouli maranai haga rincak-rincakan.” Mengutif satu lirik dari Lagu Daerah di Sumatra Selatan, yang artinya lebih-kurang: Nenek Kakek kami sudah akan pulang, gadis dan bujang akan berpesta. Sebagai pembuka untuk membicarakan GAGASAN KEBUDAYAAN…ini paradigmanya harus investasi bukan BEP, ya mega proyek, butuh minimal lahan awal 300 – 450 Ha, guna merekonstruksi situs-situs pun artefaktual tinggalan Sriwijaya yang hingga hari ini kondisinya cenderung sangat parah,rusak, dirusak, hilang, dihilangkan, dipindahkan, banyaknya dipindah tanpa mendokumentasikan titik koordinat dan arah hadapnya, dan lain-lain. Semua itu sudah terjadi sejak era Kesultanan, Hindia Belanda, dan di era Kemerdekaan baik oleh masyarakat pun oleh pemerintah daerah, bahkan tahun 2016-2018 perusakan situs Sriwijaya, BukitSiguntang ikut melibatkan APBD dan APBN…miris memang!

banner 336x280

Dua situs Sriwijaya Karang Anyar (tadinya disebut dengan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya) dan Bukit Siguntang, karena atas nama pembangunan untuk melestarikan agar bermanfaat dalam mendorong kepariwisataan, senyatanya malah memporak-porandakan keaslian situs, sebab mengabaikan amanat UUCB dengan semau-maunya membangun bangunan baru secara permanen dengan konstruksi beton bertulang. Orang-orang berilmu dibidangnya (ahli) yakni para arkeolog dan sejarawan, termasuk dari negara tetangga telah mengingatkan ke Pemda, namun masukan para ahli itu tidak dianggap dan diliwatkan begitu aja seperti angin lalu. Fakta yang aneh pula ada oknum yang dikatakan seniman atau apa istilah sebutannya, mendukung proses perusakan situs Bukit Siguntang kala itu, sebagaimana terlihat fotonya dipublikasikan oleh salah-satu media cetak, saat acara peresmian bangunanbangunan “sampah” yang merusak situs arkeologi.

Betapa tidak, ketika proses pembangunan itu berlangsung, tampak adanya atau kehadiran alat berat seperti bolduzer melakukan aktivitas pengerukan di pusat zona inti, di puncak Bukit Siguntang. Pada saat itu beberapa arkeolog dan sejarawan, masih berupaya menghentikan perusakan itu dengan mendatangi situs Bukit Siguntang, namun kembali sia-sia. Begitupun tentunya hal serupa terjadi di situs Karang Anyar, ketika diporak-porandakan “dibangun” menjadi Taman Purbakala Sriwijaya. Buktinya, apa yang mereka rencanakan agar menjadi menarik bagi para wisatawan adalah ibarat pepatah “jauh panggang dari api”, dari hari ke hari kedua situs tersebut tetap terseok karena sepi dari pengunjung, harga tiket yang tak seberapa itu, tentunya tidak mungkin mencapai BEP dengan kalkulasi anggaran pembagunan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. Terlihat memang ada upaya-upaya dari Pemda untuk meramaikan kunjungann ke kedua tempat itu, dengan menyelenggarakan kegiatankegiatan tertentu, namun setelah itu kembali sepi pengunjung.

Pertanyaannya kemudian, apakah situs-situs Sriwijaya yang telah bernasib rusak, dirusak dan hilang itu dapat direkonstruksi kembali? Jawabnya, tentu dapat karena para arkeolog kita sangat handal mengingat data-data arkeologis mereka cukup lengkap, terbukti ketika mereka berhasil dengan baik merekonstruksi sebagian dari situs Kompleks Percandian Muaro Jambi dan Kompleks Percandian Muaro Takus, Riau. Persoalan klasiknya, kalau tidak terkait dengan item dalam program Pemerintah, tentu tidak akan ada anggarannya. Artinya bila ada gagasan untuk merekonstruksi Kesriwijayaan, maka sebaik dan seharusnya bergandengan tangan dengan Pemerintah atau ada “political will”, karena di tangan merekalah adanya kebijakan penganggaran. Seperti telah disinggung pada awal tadi, Pemerintah harus diberi pemahaman sungguh-sungguh, bahwa dalam membagun Kebudayaan paradigmanya bukan BEP melainkan INVESTASI, seperti contohnya pada pembangunan Pendidikan bangsa ini cenderung masih terbalik paradigmanya kepada BEP yang semestinya pada investasi.

Taman Miniatur Sriwijaya (TMS) ini, konsep keberadaannya adalah kawasan kota satelit dengan sistem otonomi, namun bagian dari Provinsi Sumatra Selatan. Itu, jika pemerintah memiliki awere, jika tidak dapat saja ditawarkan ke negara yang berminat, mengingat Sriwijaya adalah warisan dunia. Wilayah kepulauan merujuk teritori Kerajaan Sriwijaya pada era Raja Balaputra Dewa, sebagai era keemasan Sriwijaya. Kerja besar ini akan melibatkan para ahli multidisiplin ilmu, kemudian akan menciptakan dan menyerap banyak lapangan kerja. Site plan di bawah ini merupakan zona inti (A), namun akan meluas ke zona B, C, dan seterusnya, sesuai kebutuhan dan perkembangan tata kelola TMS ke depannya. Pada zona A,ada kawasan inti atau kawasan Penelitian dan Pengembangan termasuk Kampus IBI Crivijaya, serta ada kawasan Fasilitas Umum (seperti: PDAM, pembangkit listrik, lapangan parkir, rumah sakit, perkantoran pemerintah, perhotelan, kantor perwakilan unit usaha negara,daerah pun swasta).

TMS merupakan wujud rekonstruksi artefaktual Sriwijaya (replika 1:1), wilayah situsnya termasuk pulau-pulau akan disesuaikan kebutuhan wujud replika artefak. Sehingga ada replika candi Borobudur (supaya yang asli jangan diinjak dan dinaiki wisatawan), percandian Muaro Takus, percandian Muaro Jambi, percandian Bumiayu, dan sebagainya akan hadir di TMS. Bahkan termasuk rekonstruksi istana Sriwijaya yang sudah ditimpa istana Kuto Gawang, terakhir ditimpa lagi oleh PT. Pusri memungkinkan untuk direkonstruksi. Titik merah (gambar 1) itu Monumen Sri Baginda Dapunta Hiyang Srijayanasa akan hadir lebih besar dari patung Liberty, di bawahnya ada museum sebagai pustek patung. Akan ada juga monumen Kapal Sriwijaya, visualnya merujuk pada relief Borobudur, sebagaimana telah dibuat 3D animasinya. Replika beberapa kapal Sriwijaya (ukuran disesuaikan), replika miniatur beberapa kapal juga akan dihadirkan dan berlayar antar pulau di TMS.

Pembangunan TMS akan selaras dengan konsep Harmoni dengan Alam, bukan mengeksploitasi kawasan tersebut, sehingga tidak menciderai lingkungan alamnya. Direncanakan TMS tepat berada di sisi Sungai Musi, di daerah Upang, Kabupaten Banyuasin,tak terlalu jauh dari Pelabuhan Tanjung Api-Api pun Bandara SMB II, harus ada jalur TOL.

Sekali lagi, Taman Miniatur Sriwijaya sebagai gagasan merekonstruksi, merevitalisasi, dan mereaktualisasi nilai-nilai Kesriwijayaan yang bersifat aplikatif ini, telah dikonsepkan dandirencanakan dibangun di seputaran Desa Upang – Kabupaten Banyuasin, karena berdasarkan data arkeologis Desa Upang terpahatkan pada Prasasti Sriwijaya, Kedukan Bukit – 604 Saka atau 682 M (“…berlayar dari Minanga Tamwam menuju Mukha Upang…”),sehingga konsep keberadaan TMS itu memiliki landasan atau bersifat kultural. Namun seperti juga sudah disinggung sebelumnya, bahwa untuk mewujudkan gagasan besar terkait kebudayaan di Negara dan Bangsa ini tentu bukan hal gampang seperti membalikkan sebelah tangan, maka diperlukan upaya atau semacam strategi budaya dengan terlebih dahulu membangun ikon (representasi) Sriwijaya sebagai Kedatuan Maritim, yakni berupa Monumen Kapal Sriwijaya yang inspirasinya diambil dari relief Borobudur sebagai salah-satu bangunan tinggalan era Sriwijaya.

Dialog Panjang dengan Pemda Kabupaten Banyuasin sejak era sebelum pandemi covid-19 melanda, baru jelang akhir 2023 kemarin DED Monumen Kapal Sriwijaya itu diselesaikan untuk rencana lanjutkan ke pembngunan fisik di 2024 sayangnya sekarang sudah menginjak bulan Juni belum ada kabar tindak lanjutnya. Mungkin menjadi pertanyaan mengapa Banyuasin menjadikan Monumen Kapal Sriwijaya sebagai ikon? Jawabnya, karena di Dusun Mariana – Banyuasin para arkeolog telah menemukan tinggalan artefak dua keping papan pecahan Kapal Sriwijaya, ketika 1983 ditemukan Indonesia belum memiliki tenaga ahli perawatan artefak kayu, sehingga untuk menjaga agar artefak kayu tersebut tetap awet dan tidak rusak, maka disepakati oleh para ahli artefak temuan itu dikuburkan kembali, hingga kini keberadaannya tetap in-situ. Apabila nanti Monumen Kapal Sriwijaya telah berdiri tegak, maka telah direncanakan artefak papan pecahan kapal Sriwijaya itu akan diangkat sesuai konsep pelestarian, agar tampak benang merah antara monumen Kapal denganpecahan papan Kapal tersebut, sehingga akan menjadi tambahan pembelajaran bagimasyarakat.

Kembali pada Taman Miniatur Sriwijaya, gambar site plan Ring I di atas yang diperkirakan butuh pembebasan lahan lebih dari 300 Ha, di seputar Desa Upang (tepatnya dititik saat Sungai Musi membelah dua alirannya) sebelum sampai ke muara. Selain di Ring I itu dibangun rekonstruksi situs Sriwijaya (diminikan) dan artefak Sriwijaya (skala 1:1), di Ring I juga akan dilengkapi bangunan maupaun berbagai sarana kelengkapannya, termasuk Sumatra Selatan (Sumsel) butuh Sumber Daya Insani (SDI) bidang Seni dan Humaniora yang akan mengelola semua falisitas yang ada, maka di Ring I itu akandibangun Institut Budaya Indonesia (IBI) Sriwijaya yang unik atau khas, agar para alumni keluarannya segera mampu bersaing secara global. Dengan keberadaan perguruan tinggi tersebut maka menjadi efisien dan efektif dalam mencerdaskan anak muda khususnya yang di Sumbagsel. Keberadaan kampus perguruan tinggi itu tentu akan dapat mendongkrak pendapatan ekonomi.

Seperti diketahui Kesriwijayaan secara wacana telah mendunia seabad lebih sejak Coedes,bahkan bila melihat literasi sudah ditulis I-Tsing saat beliau singgah sebelum ke India maupun setelah pulang dari India, wacana itu akan terus bergulir dan bergulir, mungkin tanpa akhir yang banyak menarik minat para ahli tentunya, maka sudah saatnya memvisualkan kebesaran Sriwijaya itu, ini tentu juga banyak dinantikan oleh warga dunia.

Melihat potensi TMS yang sangat membuka peluang berbagai usaha dan bisnis bertaraf  internasional, tentunya merupakan daya Tarik menggiurkan bagi banyak investor untuk dapat berperan serta, maka ke depan TMS harus dikelola oleh semacam Otorita khusus yang handal dan professional. Otorita ini bertanggung jawab agar keberadaan TMS dapat dirasakan kemanfaatan keberadaannya secara nyata oleh segenap anak bangsa…apalagi bila telah menjadi salah-satu tujuan destinasi wisata Internasional…SEMOGA. **

 

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *