Jakarta, MSINws.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL). Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023, mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa tujuan dari PMK tersebut adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat.
Baca Juga : Kementerian BUMN Bubaran 7 Perusahaan Pelat Merah, Ada Apa?
Pemberlakuan Pajak Rokok Elektrik merupakan komitmen pemerintah pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan tahun 2018.
Rokok elektrik, sebagai barang kena cukai sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021, meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik juga akan berkonsekuensi pada pengenaan pajak rokok sebagai pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes).
Meskipun cukai atas rokok elektrik dikenakan sejak tahun 2018, Pajak Rokok belum langsung diterapkan. Hal ini merupakan upaya pemberian masa transisi atas implementasi konsep piggyback taxes yang sudah dijalankan sejak 2014, sesuai amanah Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Pengenaan Pajak Rokok Elektrik ini, pada dasarnya, lebih mengedepankan aspek keadilan. Rokok konvensional, melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, sudah dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014.
Dalam jangka panjang, penggunaan rokok elektrik diindikasikan mempengaruhi kesehatan dan bahan yang terkandung dalam rokok elektrik, yang termasuk dalam barang konsumsi yang perlu dikendalikan.
Penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 mencapai Rp1,75 triliun, setara dengan 1 persen dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.
Kebijakan pengenaan Pajak Rokok Elektrik ini juga menjadi kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan, terutama pelaku usaha rokok elektrik.
Paling sedikit 50 persen dari penerimaan Pajak Rokok diarahkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat (jamkesnas) dan penegakan hukum, mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah.