Pakar Hukum: Adelin Lis Berhak Ajukan PK Kedua Novum Baru

oleh
banner 468x60

Jakarta, MSINews.com – Pakar Hukum Tata Negara, Margarito mengungkapkan Adenlin Lis Berhak Ajukan Peninjauan kedua dengan Novum Baru. Ia menyebut, jika putusan pertama belum memenuhi rasa keadilan.

Hal tersebut disampaikan, seorang pakar hukum, Margarito dalam memberikan pandangannya terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) Direktur Keuangan PT. Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI), Adelin Lis.

banner 336x280

“Sebetulnya aturan itu, membolehkan PK berkali-kali. Aturannya, tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013,” kata Margarito pada awak media, Senin 13/11/2023.

Baca juga : Kompak Indonesia Kecam Sudin Soal Duit Korupsi Yasin Limpo

Menurutnya, setiap narapidana atau ahli warisnya berhak mengajukan PK lebih dari satu kali, asalkan terdapat novum atau bukti baru yang belum pernah digunakan dalam kasus tersebut.

“Kalau tidak ada bukti baru, ya percuma. Jadi tergantung, ada atau tidaknya bukti baru. Itu yang paling pokok,” tandasnya.

Margarito menegaskan, pengajuan PK harus disertai novum atau bukti baru yang belum pernah digunakan sebelumnya. Hal ini berlaku mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga perkaranya masuk ke MA.

“Jangan sekadar mengandalkan saksi atau ahli dan memberikan tafsiran terhadap fakta yang ditemukan dalam sidang. Novumnya,  harus benar-benar murni baru,” ujarnya.

Setelah novum ditemukan, Adelin Lis berpotensi untuk mengajukan saksi maupun ahli untuk mendukung dalil-dalil pembelaannya.

Sebelumnya, Sadino, Pakar Hukum Kehutanan, dan Prof. Suparji Ahmad, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, telah menilai ada kekeliruan hakim dalam menghukum Adelin Lis dengan hukuman 10 tahun penjara.

Mereka mencatat adanya disparitas putusan pertama dan kasasi, di mana Adelin Lis awalnya diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan dengan sanksi administrasi.

Namun, ditingkat Kasasi dan PK, dia dihukum 10 tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Sementara beberapa terdakwa lain, kasus yang sama, seperti Direktur Utama PT KNDI, Oscar A Sipayung, serta Direktur Perencanaan dan Produksi PT KNDI, Washington Pane, diputus bebas.

“Sebetulnya kapasitas Adelin Lis hanya direktur keuangan, harusnya yang paling bertanggung jawab adalah Direktur Utama,” kata Sadino usai diskusi  di Jakarta, Jumat 10/11/2023.

Prof. Suparji Ahmad juga menganggap putusan tersebut mengandung misteri dan terkesan tidak adil. Karenanya, ia memicu Adelin Lis untuk mengajukan PK kedua dengan bukti baru atau novum yang mendukung alasan keberatan terhadap putusan sebelumnya.

“Ada kekeliruan dan kekhilafan hakim. Kasusnya adalah pelanggaran administrasi. Jadi, dipakai Undang-Undang Kehutanan, bukan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ucap Prof. Suparji.

“Di kasasi dan PK, putusan berubah drastis. Dihukum sepuluh tahun. Jadi,.ada kontradiksi,” imbuhnya.

Baca juga : KPK Geledah Rumah Ketua DPP PDIP Sudin Menghilang 

Sebagai latar belakang, Adelin Lis didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara.

Jaksa menyatakan PT. KNDI telah melakukan pembalakan di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disahkan. PN Medan awalnya membebaskan Adelin Lis berdasarkan pernyataan Menteri Kehutanan saat itu.

MS Kaban, yang menyatakan, pemilik hak pengelolaan hutan hanya melanggar administrasi jika melakukan pembalakan di luar RKT.

Putusan MA menolak PK Adelin Lis memicu debat tentang keadilan dalam hukum pidana dan memberikan peluang bagi narapidana untuk mengajukan PK kedua dengan bukti baru yang memadai.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *