Jakarta,msinews.com- Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI menggelar diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Meningkatkan Keselamatan Transportasi Study Tour”.
Kegiatan rutin KWP ini dilaksanakan pada Kamis (6/6/2024) bertempat di Ruang PPID, Gedung Nusantara I,Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat,menghadirkan pembicara antara lain, Anggota Komisi V DPR, Syahrul Aidi Maazat, Pengamat Transfortasi, Deddy Herlambang (Masyarakat Transportasi Indonesia/MTI),dan Praktisi Media, Andus Simbolon.
Dalam pemaparannya, Syahrul mengatakan bahwa pemberian dispensasi atau keringanan yang berlebihan oleh pihak berwenang pada bus pariwisata merupakan penyebab utama tingginya angka kecelakaan dalam kegiatan studi tour sejak beberapa tahun terakhir.
Ia menilai, tingginya angka kecelakaan tersebut terlihat dari data yang menunjukkan dalam dua tahun terakhir saja terjadi 15 kecelakaan pada bus pariwisata. Adapun Bus tersebut disewa tanpa pengawasan yang ketat dari sisi aspek keselamatan.
Terkini katabdia, yang paling tragis adalah kecelakaan studi tur SMPN 3 Depok yang menewaskan 11 orang akibat rem blong dan spesifikasi kendaraan yang bermasalah.
“Dari 67 bus pariwisata yang sempat diperiksa oleh Kementerian Perhubungan baru-baru ada 12 bus yang masa berlaku KIR-nya habis dan ada sembilan bus yang tidak diperpanjang dan bahkan palsu,” kata Syahrul.
Politis dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sangat mengkhawatirkan sehingga tidak aneh kalau kecelakaan pada bus pariwisata sering berulang dengan penyebab yang kurang lebih sama.
“Jadi, bentuk dispensasi yang berlebihan pada bus pariwisata terlihat ketika kendaraan itu tidak menjalani ramp check saat akan melakukan operasi.”
Anggota Komisi V DPR RI menilai ada juga keengganan aparat kepolisian maupun dinas perhubungan untuk melakukan pengecekan di lapangan ketika bus pariwisata tersebut dioperasikan oleh pemilik pengelola.
Nah, kondisi yang demikian membuat bus tersebut lolos dari pengawasan selain tidak masuk terminal tertentu untuk pengecekan sehingga berpotensi mengalami kecelakaan.
“Sebenarnya sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan tentang wajibnya kendaraan itu untuk dilakukan KIR. Hanya saja saya melihat aturannya tidak tegas termasuk juga soal koordinasi,” kata Syahrul.
Sementara itu, pengamat transportasi, Dedi Herlambang mengakui selama ini pengawasan operasi bus pariwisata dari Dinas Perhubungan lemah.
Menurutnya, aspek keselamatan seperti rem pada bus wisata tidak diperiksa yang seharusnya dilakukan setiap enam bulan. Dedi juga mengakui banyaknya perlakuan istimewa terhadap bus pariwisata membuat kecelakaan kian tinggi dalam kegiatan studi tur pelajar.
“Kita seperti kucing-kucingan dengan maling pak. Bus pariwisata tidak masuk terminal. Pelatnya di kota lain, operasinya juga di wilayah lain,” sesalnya.
Sedangkan praktisi media Andus Simbolon memberikan catatan terkait peristiwa bus pariwisata yang merenggut nyawa para pelajar tersebut karena kelalaian manajemen pengelolaan sarana transportasi dan instansi terkait.
“Nah bagi saya ini harus menjadi catatan tersendiri buat pemerintah bagaimana peristiwa-peristiwa yang mati sia-sia ini jangan terulang kembali . Komisi V DPR RI telah menyampaikan bahwa dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini terdapat 12 dari 67 bus pariwisata itu tidak layak namun dipaksa beroperasi oleh pemiliknya.” sesal Andus. * dom.