Menelusuri Geneologis ESP: Mengangkat Benang Terendam

oleh
banner 468x60

Palembang, msinews.com – Dalam diri H. Ir. Eddy Santana Putra, M.T. mengalir empat darah keturunan suku asli Batanghari Sembilan, yaitu Sungai Pinang, Palembang, Komering, dan Muarakuang.

Kolonel H. Animan bin H. Achyat ayah kandung ESP berasal dari Sungai Pinang, Ogan Ilir. H. Achyat merupakan satu-satunya anak dari pernikahan Pangeran Liting dengan perempuan asal Lembak. H. Achyat bin Liting kakek ESP menikahi perempuan bangsawan (berdarah biru) asal Palembang, bernama Raden Ayu Lazimah.

banner 336x280

Dari pernikahan H. Achyat bin Liting dan R. Ayu Lazimah lahir lima putra-putri, salah seorang di antaranya Kol. Animan bin Achyat ayah ESP.

Dari Cholidjah binti Depati Aziz ibu kandung berasal dari Rasuan, Ogan Komering Ulu. Depati Aziz menikah mempersunting Hj. Kordiah binti Pangeran H. Holik asal Muarokuang, Ogan Ilir. Pernikahan antara Depati Aziz dan Hj. Kordiah lahirlah Cholidjah ibu kandung ESP.

ESP lahir di Pangkal Pinang Provinsi Bangka Belitung pada 20 Januari 1957. Ketika ESP lahir ayahnya alm. Kolonel H. Animan bin Achyat bertugas sebagai Komandan Batalyon E.RI 6.TT.II.SWD.

Selain ESP, pernikahan antara Kol. H. Animan bin Achyat dan Cholidjah juga dikaruniai tujuh anak lain. Tujuh saudara kandung dari ESP, yaitu H. Adji Dharma Wijaya, Sri Karinda, Hj. Rosmini, Sri Endang Istiati, Benny Wirawan Sentosa, Wijaya Kesuma, dan Eka Novianti.

H. Taufik Kiemas (alm) suami mantan Presiden R.I. Megawati Soekarno Putri dalam suatu kesempatan ketika ke Palembang, pernah berucap tentang ESP. “Eddy memang ada jurai menjadi pemimpin,” kata H. Taufik Kiemas.

Ucapan alm. Taufik Kiemas tidak dapat dianggap “asbun” alias asal bunyi. Ucapan tersebut bertolak dari fakta empiris dan fakta eksperimental. ESP muda sebelum terjun ke panggung politik telah lebih dikenal khalayak luas sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumsel. Secara mental-spiritual, wawasan, jiwa, dan talenta/bakat leadership (kepemimpinan) ESP sudah tertempa dan terasah secara baik.

Kecerdasan intelektual, emosial, dan spiritual ESP telah teruji, baik secara birokrasi pemerintahan maupun secara politik praktis. Sebagai pegawai pemerintah atau aparat sipil negara (ASN), kaliber bukan anak bawang. ESP layak menduduki jabatan lebih tinggi dari kepala dinas.

Bahkan, bukan untuk tujuan mengherankan diri, Kota Palembang mengalami kemajuan pesat dan berhasil memboyong piala Adipura ketika ESP menjabat walikota hingga dua kali berturut-turut, yaitu periode 2003-2008 dan periode 2008-2013). ESP kali pertama dilantik sebagai Walikotamadia Palembang pada 21 Juli 2003.

*Keranjang dan Sapu*

Menjelang Pilkada Sumsel Serentak 27 November mendatang, ada dua peribahasa Inggris yang kontekstual dengan sikon (situasi dan kondisi) aktual ekosospolbud Sumsel.

Peribahasa pertama berbunyi, “Don’t put your eggs on one basket.” (Jangan tempatkan telur-telur [ayam milikmu] dalam satu keranjang). Wilayah pemaknaan (hermeneutika) peribahasa ini lebih cenderung menunjukan pada nilai egaliterian (kebersamaan di dalam keberagaman). Inggris memaknai peribahasa itu secara politis untuk kepentingan ekspansif hingga Inggris berhasil mewujudkan koloninya ke seluruh.

Cara Inggris membentuk koloni relatif berbeda dengan Perancis, Belanda, Spanyol, dan Portugis. Boleh dibilang Inggris adalah kolonialis budiman. Terbukti negara-negara koloni jauh lebih maju dibandingkan dengan negara-negara koloni Perancis, Spanyol, Portugis. Seperti apa negara bekas koloni Belanda, tengoklah Indonesia. Kolonial Belanda merampok sumber daya alam, mengadu domba sumber daya manusia Nusantara, membodohi dan menjadikan mayoritas pribumi Nusantara sebagai penduduk terkebelakang dan bodoh.

Peribahasa kedua berbunyi, “A dirty broom can still clean.” (Sapu kotor [sekali pun] masih dapat membersihkan).

Hermeneutika peribahasa kedua ini menunjuk pada substansi tentang sesuatu yang mesti dikembalikan pada esensinya. Substansi sapu bisa jadi beragam namun esensi sapu tetap satu, yaitu membersihkan atau mengubah keadaan kotor menjadi bersih, diumpamakan dengan sapu.

Ibarat kata, tidak ada sapu bersih, pilih dan ambil yang tidak terlampau kotor, kemudian gunakan sapu yang kotor itu buat mengumpulkan kotoran berserakan menjadi satu untuk diangkut dan dibuang. Begitulah perumpamaan yang tersurat dalam peribahasa kedua tersebut.

ESP sebagai Cagub berdampingan dengan Cawagub Dr Riezky Aprilia, S.H., M.H. (akrab dengan panggilan Kikie) pada Pilkada Sumsel 2024, dalam konteks dua peribahasa asing tersebut menemukan ruang pemaknaan ideal masing-masing secara lugas, jelas, dan tuntas.

Dengan mengusung visioneristik E-RA Baru, Semangat Baru, Harapan Baru, dan Pemimpin Baru. ESP dan Kikie dalam banyak kesempatan di hadapan publik secara lantang meneriakkan Sumsel CERAH (Cerdas, Sehat, Sejahtera) sebagai misi utama dari tak kurang dari 13 program andalan mereka.

Sumsel dikiaskan memiliki banyak telur dan E-RA lewat konsep baru mereka akan meletakkan telur-telur itu secara proporsional dan merata di tidak kurang 17 keranjang. Keranjang itu diksi untuk menyebut kita/kabupaten di Sumsel.

Agar telur-telur terdistribusi secara aman, adil, dan merata, E-RA telah menyiapkan sapu untuk merawat kebersihan 17 keranjang. Jik tak dijumpai sapu bersih, tak kenapa dipakai saja lebih dulu sapu kotor sambil menunggu proses pembersihan.

Seperti publik luas kehendaki, sapu sekadar untuk membersihkan. Sapu bukan tujuan. Di dalam sapu itu ada Semangat Baru, Harapan Baru, dan Pemimpin Baru yang bersih, kapabel, dan transparan.

E-RA dapat diibaratkan sebagai segulungan benang yang terendam. Melalui Pilkada Sumsel 2024, jika rakyat menghendaki perubahan lebih baik ke depan, E-RA mengajak mayoritas agar segera Mengangkat Benang Terendam. (SN/Biro SumselBabel)**

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *