Jakarta, MSINews.com –MAKI tanggapi Pernyataan yang diajukan Ketua KPK Firli Bahuri, terkait penyewaan rumah seharga Rp. 650 juta, masih simpang Siur.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman juga mencatat bahwa pembayaran 650 juta tersebut tidak tercantum dalam laporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) Firli Bahuri setelah pajak.
Menurut Bonyamin, pembayaran sewa rumah seharga 650 juta pada tahun 2021 menimbulkan dugaan jika sewa masih berlanjut hingga sekarang dan telah berlangsung selama 3 tahun, yaitu dari 2021 hingga 2022.
Dengan total sekitar 1,3 miliar rupiah (650 juta x 2), Bonyamin menyatakan hal itu perlu didalami lebih lanjut, karena belum ada penjelasan apakah pembayaran telah dilakukan selama 3 tahun atau belum.
Selain itu, MAKI mencatat bahwa pembayaran 650 juta tersebut tidak tercantum dalam laporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) Firli Bahuri setelah pajak.
“Kami menduga ketua KPK, tidak melaporkan pembayaran ini, dalam laporan LHKPN adalah pelanggaran kode etik, karena tidak memberikan contoh yang baik kepada penyelenggara negara dan penegak hukum.L,” Ujarnya.
Lebih lanjut, Bonyamin menyatakan niatnya untuk melaporkan ketidakpatuhan Ketua KPK Firli Bahuri dalam laporan LHKPN ke Dewan Pengawas KPK. Ia menilai KPK memiliki peran menerima laporan LHKPN dan mensosialisasikannya kepada penyelenggara negara dan penegak hukum.
“Kami menganggap tidak patuh dalam melaporkan LHKPN oleh Firli Bahuri adalah bentuk pelanggaran kode etik,” ujarnya.
Koordinator MAKI itu, mengatakan bahwa laporan akan diajukan melalui sarana online karena dia saat ini berada di Malaysia.
Ia juga mengingatkan bahwa dana sebesar 650 juta yang digunakan untuk pembayaran sewa rumah Firli Bahuri diambil dari uang yang telah dilaporkan dalam LHKPN, sehingga ini akan mengurangi harta pribadi Ketua KPK tersebut.
“Mengenai dugaan pelanggaran kode etik yang pernah terjadi sebelumnya, MAKI mengingatkan bahwa Firli Bahuri pernah dinyatakan bersalah karena menggunakan helikopter saat pulang ke kampungnya,” tandasnya.
Bonyamin juga berharap Dewan Pengawas (Dewas), KPK harus bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan apakah pembayaran sejumlah 650 juta. Ia menduga hal tersebut dilakukan Firli Bahuri atau oleh pihak lain, sehingga dapat menghindari dugaan gratifikasi.
Kendati demikian Bonyamin mengakui saat ini, belum ada data yang mengkonfirmasi apakah pembayaran tersebut dilakukan oleh pihak lain.
“Ini penting untuk di dalami, karena memang jangan-jangan bisa aja pernyataannya lawyernya Firli itu hanya di bawah 100 juta. Kami belum punya data apakah ini dibayarkan pihak lain,” ungkapnya.
“Karena ini berasal dari pernyataan-pernyataan pihak Kuasa Hukum pak Firly yang mengatakan hanya di bawah 100 juta uang sewanya, tapi sekarang sudah di bantah oleh pak Alex Tirta itu Rp.650 juta,” sambungnya.
Bonyamin mendesak Dewas KPK dan pihak Polda Metro Jaya pentingnya mendalami masalah ini karena dapat menghindari ketidakjelasan terkait pembayaran yang tidak tercantum dalam LHKPN.
“Nah berarti kan ada uang sisa 550 juta yang tidak bertuan nih. Apakah itu diduga akhirnya jadi klarifikasi dibayar pak Firly juga atau dibayar pihak lain, ini yang perlu didalami oleh dewan pengawas KPK, maupun oleh penyidik Polda metro Jaya,” tegasnya.
Sebelumnya, Pengacara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Lan Iskandar, memberikan bantahan terkait panggilan dari Polda Metro Jaya terhadap Alex Tirta yang diduga sebagai pemilik rumah rehat yang disewa oleh Firli Bahuri seharga Rp.650 juta per tahun di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan.
Lan Iskandar menjelaskan bahwa kliennya, Firli Bahuri, tidak mengenal Alex Tirta.”Ya nggak kenal lah,” kata Ian Iskandar dalam pernyataannya kepada wartawan pada Selasa, 31/11/2023.
Lan Iskandar melanjutkan dengan mengatakan bahwa penyewaan rumah rehat tersebut dilakukan oleh anak buah Firli, bernama Andreas, melalui agen properti. Firli Bahuri tetap melakukan pembayaran sewa rumah tersebut.
“Yang sewa Andreas melalui Ray White, dia (Firli) nggak kenal, tapi dia (Firli) yang bayar tentu melalui Andreas,” ucapnya.
Lan Iskandar menyebutkan Andreas sudah bekerja dengan Firli sejak tahun 2009 dan mempersilakan polisi untuk memeriksa Andreas serta agen properti yang menyewakan rumah rehat tersebut guna menjernihkan kasus ini.
“Dari tahun 2009 dia bekerja, boleh nanti diminta aja diperiksa aja kalau begini nggak percaya, diperiksa Andreasnya diperiksa Ray White-nya, diperiksa pemiliknya, jadi clear jadi nggak bola liar, fitnahnya bertubi-tubi,” tambahnya.
Lan Iskandar juga menegaskan bahwa harga sewa rumah rehat kliennya tidak seharga Rp.650 juta per tahun, melainkan kurang dari Rp.100 juta per tahun.
“Malah di bawah Rp 100 juta,” tegasnya.
Di pihak lain, Alex Tirta mengakui bahwa rumah tersebut telah disewanya sejak tahun 2020 untuk kepentingan bisnisnya. Alex menyatakan sejak rumah tersebut tidak berpenghuni.
Namun, sekitar tahun 2020, dia bertemu dengan Firli Bahuri yang mencari tempat istirahat sementara di Jakarta. Alex menawarkan rumah di Kertanegara kepada Firli, yang kemudian setuju untuk menyewanya.
Sejak Februari 2021, Firli Bahuri telah menyewa rumah tersebut dengan biaya sewa mencapai Rp 650 juta per tahun. Pernyataan Alex Tirta ini kembali membantah pengakuan pengacara Firli mengenai harga sewa rumah Kertanegara.
Pernyataan terbaru dari pengacara Firli Bahuri, Ian Iskandar, mengatakan bahwa kliennya sebenarnya mengenal Alex Tirta sebagai penyewa pertama rumah tersebut. Dalam pernyataan terbaru pada Kamis, 2 November, Ian Iskandar menyebut, “Kenal dengan Pak Alex selaku penyewa pertama.”