Jakarta, Infomsi.News–Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023. Aturan itu diundangkan pada 8 Agustus 2023 dan otomatis langsung berlaku.
Sebelumnya DPR RI pun sudah resmi mengesahkan Omnibus Law Kesehatan menjadi undang-undang pada Selasa 11 Juli 2023 lalu. Pengesahan UU Kesehatan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.
UU Kesehatan rupanya menui protes dari beberapa kalangan mulai dari organisasi profesi kesehatan, kalangan dokter hingga tenaga medis.
Kendati demikian banyak juga dokter serta para tokoh senior kesehatan yang mendukung kebijakan UU kesehatan tersebut.
Dikutip CNNI Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mengatakan dalam pembahasan RUU (Kesehatan) masih banyak substansi yang tidak atau yang belum masuk.
Adib menjelaskan sejumlah protes mengapa pihaknya menolak UU Kesehatan yang terdiri, Penyusunan RUU tidak transparan, Tidak ada kepastian hukum organisasi profesi, penghapusan pembiayaan tenaga kesehatan, adanya impor nakes asing serta Aborsi diperbolehkan.
Menanggapi UU Kesehatan tidak transparan DR. dr Berlian Siagiana mengatakan UU Kesehatan yang sudah disahkan sudah sesuai dan sudah cukup transparan.
“Kalau kita lihat sudah tercakup semua itu. Cuman orang tidak baca karena itu lebih dari 300 halaman. Kalau kita mau baca semu capek meski saya termasuk bisa membaca cepat,” kata Dr. dr Berlian ditemui di kantornya Jakarta Kamis, 10/8/2023.
“Saya kira kementrian kesehatan sudah merakul mengajak para ahli, dan DPR mukin juga begitu. Nah kalau IDI bertolak belakang mukin karena ada anggaran (banca) 1,7 T makanya dia ngamuk-ngamuk,” sambungnya
Doktor jebolan Amerika dan Michigan juga menanggapi soal hukum kesehatan. Ia menyebut tidak ada kepastian hukum yang kuat di Indonesia dan tergantung pada individu penegak hukumnya.
“Tidak kuat kepastian hukumnya karena kita tidak pernah menerapkan hukum itu seperti tertulis. Pemerintah tidak tidak punya kekuatan dalam penerapan. Biar ada kepastian hukum bagaimana caranya “tegas mulai dari jaksa dan polisinya diseleksi betul,” tandasnya
Impor tenaga kesehatan asing yang dinilai berbahaya karena dokter spesialis dapat beroperasi tanpa rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Selama ini, dokter wajib mendapatkan rekomendasi dari IDI berupa STR sebelum mengajukan permohonan SIP ke Kementerian Kesehatan.
“Saya bekas dokter dan dulu pernah praktek, untuk orang datang itu pasti percaya kalau dokternya bagus dan bahasa Indonesia lancar. Kenapa takut orang pintar mau datang ke Indonesia ? Nan artinya mereka dokter yang lain takut kalah bersaing itu intinya,” tegasnya
Aborsi diperbolehkan 14 Minggu dalam RUU Kesehatan dapat berpotensi meningkatkan angka kematian. Pasal aborsi mengatur maksimal 8 minggu. Akan tetapi, menurutnya, dalam RUU ini aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.
“Berkaitan dengan kepentingan ibu-ibu dan anak. Beberapa hal yang jadi perhatian, aborsi kami tidak mendukung. Aborsi yang membahayakan kesehatan ibu atau kesehatan bai,” pungkasnya
Sekedar diketahui mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Fraksi NasDem menerima dengan catatan terkait mandatory spending. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Kesehatan.
Proses pengesahan beleid ini diwarnai sejumlah protes, terutama dari lima organisasi profesi (OP) di Indonesia. Kelima OP itu adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). (ror)