Palembang, msinews.com – Prangko setiap penerbitannya memuat pesan n simbol tersendiri, unik, dan visualisasinya menjadi alat perekam sejarah. Secara eksplisit (tersurat) dan implisit (tersirat) prangko juga merekam Kebudayaan manusia.
Pemerintah kota Palembang melalui Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Palembang menyenangkan Focus Group Discussion (FGD) tentang Landmark Kota Palembang, bertema “Potret Sejarah dan Budaya Kota Palembang dalam Bingkai Prangko”. FGD tersebut berlangsung di Hotel Swarnadwipa, Palembang, Senin (14/10/2024), pukul 08.30 s.d. selesai.
Kadisbud Palembang H. Ir. M. Affan Prapanca, M.T., IPM menyatakan Disbud Kota Palembang dan staf berkomitmen melestarikan bangunan tua sebagai kekayaan sejarah dan budaya kota Palembang dalam bentuk perangko.
FGD Landmark Kota Palembang menghadirkan tiga pemrasaran, yaitu (1) Rahmat Asaat Hamid dari Pengurus Pusat Perhimpunan Filatelis Indonesia (PP-PFI), (2) Kemas Ari Panji, M.Pd dari pemerhati sejarah Palembang, dan (3) Eko D. Prasetyo dari aktifis Filatelis Palembang.
Hadir dalam FGD secara web zooming antara lain Ketua Umum PP PFI Dr. Fadli Zon, S.S., M.Sc. dan Kadisbud Palembang H. Ir. M. Affan Prapanca, M.T., IPM. Para undangan hadir secara offline, antara lain Staf Ahli Pj Walikota Palembang H. Rudi Indawan, SH. MKn sebagai plt. Asisten II, Kepala Bidang Dokumentasi dan Publikasi Budaya Hj. Vinita Citra Karini, SE., M.Si., Kepala Seksi Publikasi Budaya Triyoga Jati Purnomo, S.Sn, para pekerja seni, pemerhati budaya, pemerhati sejarah, dan kalangan filatelis di Palembang.
Setelah pebukaan FGD, Rahmat selaku Pembicara Utama menyampai prasarannya tentang sejarah prangko dan etiologi (asal-muasal) berdiri Perhimpunan Filatelis Indonesia (PDI).
Rahmat mengupas arti penting prangko dan kegiatan filateli dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Prangko sesungguhnya menyangkut juga identitas berdiri suatu negara. Prangko memang merupakan benda pos tetapi perannya berkaitan dengan jejak sejarah dan budaya suatu bangsa,” kata Rahmat.

Secara lebih detail Rahmat membuktikan, penerbitan prangko hampir selalu didasari tema pokok dan berseri. Ikon-ikon Kota Palembang dan Sumsel, seperti Jembatan Ampera, Rumah Limas, Tari Gending Sriwijaya, Pakaian Adat, Makanan Khas, dan sebagainya sejak masa lalu telah kerap tampil sebagai tema dan seri prangko.
Jadi dapat dikatakan, lanjut Rahmat, prangko secara tidak langsung merupakan rekaman peristiwa atau sejarah, bahkan kebudayaan luhur suatu masyarakat dari seluruh Indonesia,
Paparan historiografi Rahmat dilanjutkan oleh Kemas Ari Panji dalam konteks sejarah dan semiotika Palembang sebagai obyek prangko. Dalam pemrasarannya Kemas Ari menguraikan banyak sekali terminologi kebudayaan yang telah jejak perjalanan dalam prangko.

Kemas Ari Panji telah menekuni kegiatan filateli sejak masih sekolah menengah. Hingga saat masih mahasiswa pun dia masih “gila” mengkoleksi prangko. Kendati cukup banyak mengeluarkan uang tapi Ari menemukan kepuasan tersendiri ketika berhasil mendapat koleksi lebih lengkap tentang suatu tema tertentu.
Selain yang sudah diungkapkan Rahmat, Kemas Ari Panji menambahkan beberapa tema pokok lagi, misal tentang buah-buahan, senjata khas, even olahraga, gedung dan situs cagar budaya, dan lain-lain.
Menyusul pemrasaran ketiga dari mewakili para filatelis, Eko B. Prasetyo makin menambah hangat suasana fokus diskusi. Eko bertutur tentang banyak aspek yang dia temukan melalui kegiatan mengkoleksi prangko. Eko menyebut filateli sebagai suatu wacana menambah teman sekaligus bersosialisasi tentang sesuatu hal yang sebelumnya telah disepakati sebagai simbol bersama.
Eko menyesalkan jika saat ini prangko cenderung ditinggalkan dan sudah sangat jauh dari aktivitas hidup keseharian. Otokritik Eko itu dalam sesi Tanya Jawab mendapatkan tanggapan dari pihak yang mewakili PT Pos Indonesia. Menurut PT Pos Indonesia, keberadaan prangko tidak dimusnahkan tapi dikembalikan ke Pusat untuk disimpan atau diarsipkan.
Jasa pengiriman melalui PT Pos Indonesia secara umum terkendala oleh tracking, dalam artian konsumen tidak dapat mengetahui secara tepat posisi barang yang sedang kiriman. Masalah tracking itu menjadi keterbatasan utama dari PT Pos Indonesia dibandingkan dengan jasa pengiriman oleh pihak swasta.
FGD berhasil menyepakati beberapa poin penting, salah satunya menyetujui mengusulkan landmark Kota Palembang menjadi suatu tema pokok penerbitan prangko kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Republik Indonesia di Jakarta.
Landmark Kota Palembang yang akan diusulkan dimaksud adalah ikon penting di dalam tujuh periode/zaman: (1) Tradisi Megalitik Dataran Tinggi Pasemah; (2) Sriwijaya; (3) Kerajaan Palembang; (4) Kesultanan Palembang Darussalam; (5) Kolonial (era penjajahan); (6) Kemerdekaan; dan (7) Mutakhir/Mileneal (digital dan metaverse). (SN/Biro SumselBabel).**