RDP dengan Dirjen Migas, Komisi VII : Target Produksi Migas Sangat tidak Realistis

oleh
banner 468x60

Jakarta,msinews.com – Produksi lifting Miga (Minyak dan Gas) yang hingga saat ini masih jauh dari target yang ditetapkan, sebesar 1 juta barel per hari (bph). Bahkan tren dari tahun ke tahun, lifting migas tersebut cenderung menurun.

Hal tersebut dipertanyakan oleh Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

banner 336x280

“Jadi kalau kita melihat dari tahun ke tahun memang trennya menurun-menurun terus. Sedangkan kita punya target besar gitu, 1 juta barel (per hari) itu kan tidak angka yang kecil gitu ya. Nah maka saya tadi tawarkan kepada kementerian, kalau memang target ini tidak realistis, kita harus evaluasi target tersebut,” kata Dyah Roro Esti.

Politisi Partai Golkar ini juga kembali mempertanyakan kembali sikap optimistis dari Kementerian ESDM terhadap target yang telah ditetapkan sebelumnya tersebut.

Komisi VII DPR patur pertanyakan karena Kementerian ESDM menjadi salah satu mitra dalam tugas Komisi VII. Pihaknya bersedia untuk duduk bersama mendiskusikan hal tersebut dan memberikan masukan terkait realitas dari target yang ditetapkan pemerintah.

“Nah, apakah Kementerian ESDM masih optimistis bisa mencapai target tersebut. Meskipun kami menilai, target tersebut sangat tidak realistis. Intinya tidak realistis,” tegas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Dyah Roro mengaku ada hikmah dari ketertinggalan lifting minyak dari target yang telah ditetapkan tersebut. Sebagai advokat bagi lingkungan, ia menilai saat ini sudah saatnya masyarakat memiliki hak untuk menikmati atau mendapatkan udara bersih, terhadap lingkungan yang bersih.

Sementara lifting minyak saat ini masih menggunakan energi fosil yang notabene belum ramah lingkungan.

Komisi VII berharap, ke depan bisa selalu menekankan untuk selalu mengupayakan energi-energi yang lebih ramah lingkungan.
“Kita melihat tren lifting minyak turun, mungkin waktunya kita mengamplifikasi strategi untuk kemudian melakukan transisi energi.”imbuhnya.

Lanjut Dyah, saat ini pemerintah sudah mulai menggunakan energi ramah lingkungan, baik melalui kendaraan listrik dan sebagainya. Namun, menurutnya, yang lebih penting dari itu dan menjadi pondasi utama untuk transisi energi ke yang lebih baik adalah lewat kebijakan.

“Pondasi utama untuk transisi ke energi bersih menurut saya lewat kebijakan, lewat regulasi, yakni dengan menciptakan RUU Energi Baru dan Energy Terbarukan. Karena dengan terciptanya undang-undang ini, sebetulnya bisa membuka peluang agar Indonesia itu bisa mendiversifikasi energi portfolio mereka, yang tadinya mayoritas batu bara ke energi bersih. Ini sekaligus bisa membuka peluang investasi baru,” kata Dyah Roro Esti. ** Timred/DM.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *