Oleh : Urbanus Ura Weruin
SAAT ini, problem-problem sosial yang mengancam masa depan umat manusia seperti peperangan, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, krisis energi dan pangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, diskriminasi, dan keadilan sosial semakin sulit diatasi. Dalam bidang ekonomi, kita hidup dalam masyarakat yang tergores oleh kesenjangan kekuasaan dan kekayaan yang yang terpusat pada penguasa dan kapitalis, sementara masyarakat pada umumnya dan para pekerja khusunya justru hidup dalam kecemasan, kemelaratan, dan kemiskinan yang mendalam. Situasi ini tidak hanya sudah berlangsung lama melainkan juga semakin sulit terpecahkan.
Dalam konteks yang penuh keprihatinan tersebut, semua pihak: pemerintah, akademisi, peneliti, LSM, praktisi politik dan ekonomi, perlu menengok ke dalam diri dan profesi sendiri dengan bertanya, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi problem-problem sosial ini? Visi dan praksis alternatif seperti apa yang perlu dihembuskan untuk menghidupi roh yang membebaskan masyarakat dari kesenjangan sosial, kemiskinan, dan kemelaratan?
Berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan ini, para akuntan kritis, dengan mengambil inspirasi dari teori-teori sosial, diskursus politik, ideologi, dan perspektif ekonomi neo-Marxian, berjuang dengan bendera ‘akuntansi emansipatoris’ guna mendesak perubahan peran dan praktik akuntansi.
Bukanlah maksud tulisan ini untuk menunjukkan secara detil cara-cara yang dapat ditempuh untuk menerapkan akuntansi emansipatoris. Fokus tulisan ini adalah menyajikan secara kritis dan objektif kritik-kritik internal akuntansi untuk melampaui praktik akuntansi konvensional yang berkembang saat ini.
Berguru pada Marx, Neo-Marxian, dan Teori Kritis
Dengan berguru pada pemikiran Marx, Neo-Marxian, dan teori kritis, kaum akuntan emansipatoris menyatakan bahwa profesi dan praktik akuntansi mesti membebaskan masyarakat dari kesejangan sosial, kemiskinan, dan kemelaratan guna mewujudkan masyarakat yang berkeadilan. Komunitas akuntansi kritis-emansipatoris kemudian mengeksplorasi bagaimana akuntansi dapat membawa perubahan melalui ide dan teknik akuntansi yang “emansipatoris”. Pertanyaan kritis ini merangsang minat besar akuntan terhadap mega proyek emansipasi. Proyek pembebasan mesti dimulai dari menginjeksi praktik akuntansi baru kontra akuntansi lama-konvensional.
Jonathan Tweedie dalam The Emancipatory Potential of Counter Accounting: A Žižekian Critique (2023) mencoba mengeksplorasi konsep akuntansi emansipatoris secara teoretis, termasuk perdebatan filosofis dalam literatur-literatur yang menyertai perkembangannya, Akuntansi emansipatoris dianggap sebagai dinamika internal akuntansi, tetapi bercirikan multi-dimensi dan multi-disiplin karena dipengaruhi oleh gerakan dan teori-teori sosial dari berbagai disiplin, terutama teori kritis ala neo-Marxian. Tujuan utama pemikiran dan gerakan akuntansi emansipatoris tidak sekedar mengapresiasi dan merumuskan disain dan metode penelitian kuntansi melainkan juga mendorong perbaikan pemahaman tentang signifikansi peran praktis akuntansi untuk terlibat dalam perjuangan sosial masyarakat.
Sebagai bagian dari akuntansi kritis, akuntansi emansipatoris tidak sekedar mengritik dan melampaui teori dan praktik akuntansi tradisional melainkan memperjuangkan keadilan dan pembebasan dari penindasan, penghisapan, diskriminasi, bagi seluruh anggota masyarakat dan lingkungan dari gurita kapitalis. Pemikir dan gerakan kritis dalam akuntansi ini dipengaruahi pemikian Marxis, Neo-Marxis, pragmatisme dan politik baru pasca-modern yang tidak sekadar meradikalisasi kritik terhadap kemapanan praktik akuntansi tradisional melainkan mengeksplorasi praktik akuntansi alternatif yang membebaskan seluruh lapisan masyarakat dan lingkungan. Akuntasi kritis-emansipatoris, sebagai sebuah gerakan sosial, menantang teori-teori dan praktik akuntansi konvenvensional guna membuka ruang bagi pengembangan sistem akuntansi baru dan struktur sosial baru yang ‘membebaskan’.
Dari pemikiran pascamodern para akuntan kritis memperluas fokus kritik akuntansi emansipatoris. Eksploitasi dan penindasan kapitalis bukan hanya pada ranah tenaga kerja dan produksi, melainkan juga dalam system sosial, ideologi, dan kebudayaan. Mengambil inspirasi dari salah satu sayap postmodernsime, akuntansi emansipatoris menegaskan bahwa sistem sosial-ekonomi tidak sekadar timpang dan menghisap melainkan juga bias jender.
Akuntansi yang membebaskan
Dalam perspektif akuntansi emansipatoris, peran dann praktik para akuntan tidak lebih dari perpanjangan tangan kaum kapitalis. Laporan keuangan para akuntan bukan sebuah perangkat yang netral. Secara ontologis-metafisik, laporan keuangan tidak saja merepresentasikan kenyaatan keuangan melainkan juga menyembunyikan kenyataan. Laporan keuangan bukanlah kenyataan keuangan melainkan representasi kenyataan keuangan. Itulah sebabnya Jesse Dillard dalam The “Sustainable Development” of a Critical Accounting Project (2016) menyatakan bahwa pandangan akuntansi tradisional bahwa akuntan bekerja secara otonom, professional, objektif, kredibel, dan netral dalam memberikan laporan keuangan dan pengambilan keputusan, ditantang oleh perspektif alternatif seperti emancipatory accounting dan critical dialogic accounting.
Stewart Smyth, dkk. dalam Addressing Capitalism: the past, present and future of emancipatory accounting (2022) menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir telah muncul kesadaran bahwa isu-isu seperti perubahan iklim yang semakin meningkat; kesenjangan ekonomi yang semakin lebar; dan eksploitasi serta bentuk-bentuk penindasan yang semakin sistemik dan struktural, semuanya berakar pada ketamakan kapitalisme sebagi soko guru ekonomi modern.
Sebagai bagian dari mesin kapitalisme modern, profesi dan praktik akuntansi pun semakin elitis, teknis, dan jauh dari roh emansipatoris. Akuntan bekerja dalam diam untuk memeterai kebobrokan ekonomi modern. Itulah sebabnya mengapa belakangan dalam literatur ekonomi pasca-modern berkembang konsep dan gerakan akuntansi emansipatoris. Sebuah seruan profetis dalam akuntansi agar praktik akuntansi membebaskan masyarakat dari persoalan-persoalan sosial yang lahir dari perkembangan ekonomi kapitalis. Jesse Dillard dalam The “Sustainable Development” of a Critical Accounting Project (2016) menyatakan bahwa perkembangan akuntansi emansipatoris merupakan proyek kritis akuntansi guna meradikalisasi agenda sosial progresif. “The critical accounting project aims to radicalize accounting for a progressive social agenda, evolving through critical social science, communicative action, and agonistics to address modern challenges”.
Tinker, Gallhofer, dan Haslam adalah pemikir yang menginisiasi dan mengembangkan ide-ide tentang akuntansi emansipatoris dengan memanfaatkan konsep-konsep utama kaum neo-Marxian. Gagasan tentang eksploitasi, penindasan, penghisapan, kemiskinan dan ketidakadilan struktural, bahkan juga sejarah perkembangan dan tujuan masyarakat yang tidak hanya kontinyu melainkan juga diskontinu; tidak hanya progresif melainkan juga regresif; tidak hanya materialis melainkan juga ‘spiritual’ merupakan ide-ide yang diinspirasi oleh pemikiran neo-Marxian.
Sebagai kekuatan reformis akuntansi emansipatoris meruntuhkan peran lama akuntan dan sebaliknya merestrukturisasi peran baru para akuntan sebagai agen dan gerakan pembebasan. Peran ini tentu melampaui peran konvensional akuntan dalam sistem sosio-ekonomi dalam cengkeraman kapitalisme saat ini. Literatur kritis tentang akuntansi dalam dunia akademik menggarisbawahi dampak akuntansi sosial dan lingkungan. Pemahaman terhadap pemikiran kritis terhadap peran dan praktik akuntansi membuka jalan alternatif untuk mengupayakan peran dan praktik akuntansi yang lebih berdampak dan membebaskan
Justice for all
Dalam bab 4 buku Accounting and Emancipation (2005) Gallhofer dan Haslam mengajukan pertanyaan retoris, “Is social accounting the soul of justice?”. Jawabannya jelas bahwa akuntansi emansipatoris memperjuangkan keadilan sosial bagi semua anggota masyarakat dan lingkungan; bukan hanya untuk kepentingan para kapitalis. Tujuan pemikiran dan gerakan akuntansi emansipatoris bukan sekadar mengritik pemikiran dan praktik akuntansi konvensional melainkan mereformasi dan mengembangkan akuntansi alternatif yang mampu memecahkan persoalan-persoalan sosial yang muncul dan berkembang akibat perkembangan kapitalisme. Gallhofer dan Haslam menulis, “… the aim of the current conception of emancipatory accounting leaves the structures of the capitalist system in place. It is therefore essentially reformist seeking incremental changes (reforms) but ruling out fundamental systemic change”. Pengembangan sistem akuntansi alternatif tersebut mulai dengan memahami kritik Marx dan Marxisme terhadap sistem dan kerja real ekonomi kapitaslis serta dampak esensianya bagi kehidupan masyarakat.
Proyek Tinker dalam Paper Prophets (1985) adalah menggunakan pendekatan materialisme historis Marx dan neo-Marxis untuk menjelaskan kesenjangan ekonomi dan sosial yang diabaikan oleh sistem kapitalis. Pendekatan seperti ini penting untuk mengatasi permasalahan seperti peningkatan kesenjangan ekonomi secara global, ancaman terhadap iklim bumi dan berbagai bentuk eksploitasi dan penindasan yang masih terlihat di banyak masyarakat. Konsisten dengan interpretasi Andrew dan Baker (2020) kita melihat gagasan emansipasi sebagai sebuah proyek politik, yang dasarnya adalah pengakuan akan kebutuhan untuk mengubah pengalaman hidup mereka yang tertindas dan tereksploitasi oleh sistem kapitalis.
Mulai dari mana?
Gallhofer dan Haslam dalam Accounting and Emancipation (2005) menyatakan bahwa akuntansi emansipatoris lebih merupakan sebuah konsep dari pada sebuab blueprint bagi gerakan emansipatoris. Galhoffer dan Haslam menulis, “What we offer is a kind of sketch of a notion of emancipatory praxis implicating accounting rather than a blueprint”. Yang diupayakan adalah sebuah sketsa keprihatinan dan perjuangan emansipasi universal dalam lingkup akuntansi, baik korporasi maupun negara.
Cara yang ditempuh adalah mulai dengan mempertanyakan secara kritis peran akuntansi dalam memajukan emansipasi serta bagaimana memobilisasi akuntansi untuk mewujudkan potensi emansipatifnya. Gallhofer dan Haslam mengatakan bahwa praktik akuntansi bukanlah sesuatu yang statis, teknis, dan steril dari dunia sosial melainkan sebuah praktik yang dinamis, progresif, dan emansipatif. Dalam Some reflections on the construct of emancipatory accounting: Shifting meaning and the possibilities of a new pragmatism (2019). Sonja Gallhofer dan Jim Haslam menyatakan bahwa akuntan emansipatoris bisa belajar dari pragmatisme baru yang berkembang dalam pemikiran pasca-modern untuk memperjuangkan proyek progresif dan emansipatoris guna menghadirkan dunia yang lebih baik.
Dalam pandangan Tinker, Gallhofer, dan Haslam, akuntansi yang emansipatoris dimulai dengan mengubah mind set bahwa akuntansi harus memperhitungkan dampak ekonomi dan non-ekonomi dari praktik ekonomi itu sendiri. Akuntansi emanasipatoris ingin melampaui “rutinitas” praktik akuntansi tradisional-konvensional. Jika akuntansi tradisional-konvensional memfokuskan diri pada kalkulasi finansial korporasi atau negara, akuntansi emansipatoris justru memfokuskan diri pada konteks sosial masyarakat dimana praktik akuntansi dilakukan. Akuntansi adalah praktik kritis-rekonstruktif yang ‘tertanam’ secara sosial dalam persoalan-persoalan strategis, transformatif, dan revolusioner.
Akuntansi emansipatoris dapat dimulai dengan menguraikan dimensi represif dari fungsi akuntansi di masa lalu dan kini; mengungkap bagaimana akuntansi dikuasai oleh kekuatan hegemonik yang bermasalah; menonjolkan peran akuntansi dalam mendukung tatanan sosio-politik dan ekonomi yang tidak adil dan eksploitatif; merinci dampak-dampak khusus dan universal dari fungsi akuntansi; mendapatkan wawasan tentang bagaimana akuntansi dipandang dalam masyarakat dan bagaimana hal ini membatasi potensinya dan meningkatkan fungsi negatifnya; mencapai wawasan radikal baru mengenai praktik akuntansi dalam budaya dan konteks sejarah yang berbeda; menelusuri peran akuntansi dalam kaitannya dengan praktik dan proses yang berfungsi sebagai pemicu perubahan radikal; dan menguraikan dimensi emansipatoris dari fungsi akuntansi.
Jangan membayangkan suatu dunia yang lebih baik tanpa praktik akuntansi yang emansipatoris. Dunia yang lebih baik mesti menyertakan akuntansi yang lebih baik juga. Akuntansi emansipatoris dibentuk oleh tujuan dan visi kebaikan bersama, yakni menciptakan kesadaran kontekstual terhadap persoalan sosial yang dihadapi, menghidupkan kritik terhadap struktur sosial, termasuk mengungkap keterasingan, penindasan dan ketidakadilan di dunia yang sudah dianggp mapan ini sambil mengupayakan potensi emansipatorisnya dengan “melawan” lembaga yang mapan dan eksploitatif. Akuntansi seperti ini membantu membangun kesadaran komunitas dan lingkungan serta memperkuat solidaritas serta memberikan perhatian yang lebih serius untuk mendorong pengembangan dan pertumbuhan pribadi para akuntan yang peka terhadap kebutuhan, keinginan, dan kepentingan masyarakat keseluruhan.
Pendekatan yang dipakai dalam akuntansi emansipatoris adalah pendekatan holistik. Yakni fokus akuntansi yang menaruh tekanan pada dua sisi sekaligus, yakni kepentingan individu dan kelomok; orang dan lembaga; pemerintah dan swasta; mikro dan makro; kontekstual dan universal; lokal dan dunia; nasional dan global. Jika akuntansi konvensional sudah memberikan fokus pada sisi pertama, kontinuitas kelas ini mesti dilampaui dengan diskontinuitas yang lebih luas yakni dengan memberikan tekanan pada sisi kedua. Dengan begitu akuntansi perlu merupakan praktik yang terbuka guna mengakhiri kekuatan hegemonik yang bermasalah, termasuk oleh retorika pakar profesional yang mapan. Dengan praktik semacam itu, kekuatan progresif akuntansi diberdayakan untuk membantu memenuhi kebutuhan praktis masyarakat yang kurang beruntung dan diperakukan secara tidak setara dan tidak adil. Akuntansi emansipatoris perlu menyuarakan suara-suara yang tak bersuara. Bahkan menurut Galhoffer dan Haslam, lembaga pendidikan akuntan perlu memahami visi emansipatoris ini untuk memandang secara baru praktik akuntansi yang membebaskan terutama di masa depan.
Perlu perjuangan
Dalam perspektif akuntansi dan akuntan emansipatoris, akuntansi harus menjadi instrumen kesejahteraan sosial. Untuk itu yang diperlukan adalah perjuangan untuk menempatkan akuntansi dalam konteks sosial yang lebih luas serta ‘melawan’ kekuatan hegemonik antara kekuasaan dan kekuatan kapitalis. Tentu saja perjuangan ini tidak mudah. Di satu sisi, kekuatan-kekuatan hegemonik akan mempertahankan akuntansi yang merawat kemapanan mereka, sementara di sisi lain memobilisasi kelompok-kelompok yang tertindas untuk melawan praktik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang relatif berkuasa merupakan perjuangan yang berat.
Meskipun tidak aplikatif, model akuntansi alternatif baru yang diperjuangan para akuntan emansipatoris adalah akuntansi yang mampu mengungkap praktik represif baik yang dilakukan oleh aktor maupun institusi. Menurut Galhoffer dan Haslam, semua akuntansi cenderung represif. Lapotan keuangan sering tidak terbuka. Praktis semacam ini terjadi ketika akuntansi dimobilisasi oleh aktor dan lembaga yang relatif kuat dan mapan.
Perkembanan teknologi dan melimpahnya informasi memungkinakan pengembangan informasi tandingan secara global dan cepat. Meskipun sulit melawan kekuatan-kekuatan hegemonik global yang kuat, visi tentang dunia bersama yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera perlu menjadi agenda akuntansi hari ini dan di masa depan.**
*)Penulis, Staf Pengajar FEB Universitas Tarumanagara – Jakarta.