MSINEWS.COM-Feny Siregar, 21 tahun, Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia IPB University Bogor menjadi korban pemukulan security PT Toba Pulp Lestari (TPL), Senin (22/9/2025).
Feny adalah mahasiswa semester IX IPB adalah sedang mengerjakan Penelitian bahan skripsi. Feny meneliti tentang petani di areal konflik agraria dalam perspektif gender dengan obyek Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut yang terletak di kawasan Danau Toba, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Feny, gadis kelahiran Pematangsiantar, yang berjarak kurang lebih 45 kilometer dengan Buttu Pangaturan, Posko, hunian dan ladang komunitas adat Lamtoras.
Ia meneliti skripsi sejak awal bulan 6 September hingga tanggal 26 September.
Saat kejadian penyerbuan ratusan pekerja PT TPL, Senin siang, Feny tengah bersama Warga.
Naluri mahasiswa membuatnya tergerak mendokukentasikan foto dan video pemukulan serta penganiyaan oleh pekerja TPL, membuat Feny jadi korban kekerasan.
“Saya dikejar-kejar pekerja TPL. Mungkin karena saya mengenalkan jaket kampus IPB,” kata Feny, menceritakan kejadian Senin pagi.
Saat itu, diangkut 8 truk, ratusan pekerja TPL masuk ke wilayah konflik agraria dengan lahan Lamtoras, yang telah mereka Huni turun-temurun 11 generasi.
“Saya sembunyi di Posko yang juga hunian Masyarakat adat. Saat pekerja TPL memukuli Warga, saya juga dipukul. Mengira saya pihak LSM sebagai provokator padahal saya sudah bilang mahasiswa. Kepala saya kena pukul kayu alat pekerja TPL,” Kata Feny saat dirawat di Rumah Sakit Harapan, Pematangsiantar, Senin malam.
“Waktu mereka memukuli saya, mereka bilang. ‘Kau provokator kan. Kau bukan mahasiswa, tapi kau Dari LSM kan’,” Kata Feny sembari menyebut, ketika itu dia coba telungkup, membungkukkan badan kan kepala ke lantai sambil melindungi tubuh Dimas Ambarita, anak disabilitas.
Akibatnya, kepala Feni kena pentungan Dan bengkak. Ada pun bagian kepala Dimas terluka. Feny, Dimas dan sejumlah korban luka-luka menjalani rawat inap di RS Harapan Pematangsiantar, Senin malam.
“Video dan foto yang saya ambil pun disuruh hapus paksa,” kata Feny kepada wartawan.
Dalam situasi chaos, jaket almamater IPB yang lepas dari tubuh Feny, tertinggal di Posko LAMTORAS. Bangunan dari bahan kayu itu dibakar pekerja TPL. Feny menduga jaketnya pun hangus terbakar.
Menurut Marihot Ambarita, Sekretaris Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) mengatakan, terdapat 33 orang korban luka-luka akibat kekejaman pekerja PT TPL.
Di antara korban, ada perempuan, juga ada anak. Di antaranya, anak Dimas Ambarita, usia 17 tahun. Dimas penyandang disabilitas, kaki tidak normal, kesulitan berjalan.
Saat kejadian, Dimas, bersama orangtuanya berada di lokasi konflik agraria tersebut. Saat ayahnya menghadapi pekerja TPL, Dimas yang tidak lancar berjalan, tinggal di Posko. Di sanalah dia jadi korban pemukulan, dan saat ini rawat inap di Siantar.
Kepala Desa Sihaporas tahun 2002-2004, Baren Ambarita, mengatakan perlakuan pekerja TPL memang beringas.
“Pekerja bersenta pentungan kayu, tameng rotan, helm dengan penutup wajah. Mereka beringas memukuli warga masyarakat adat. Saat kami ajak dialog, massa pekerja TPL berteriak, tidak ada lagi dialog. Massa penyerang bergantian. Mereka beringas memukuli semua, perempuan, dan disabilitas. Dimas, anak disabilitas tinggal di Posko. Ayahnya sudah kena pukul, tidak bisa berjalan, ia dipukul pada kepala,” kata Baren.
Masih menurut Baren, seorang mahasiswa IPB University sedang mengadakan Penelitian dalam rangka menulis skripsi.
“Mahasiswa IPB ini pun dipukuli, karena sekurity Dan pekerja TPL menduga dia bagian aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Padahal dia sudah bilang mahasiswa dari IPB, tetap dipukuli. Ponselnya pun diminta hapus foto-foto dan video berisi tentang rekaman kekerasan pekerja TPL,” katanya.
Putri Ambarita (25 tahun), juga mengalami Luka serius. Lulusan Sarjana Teknik Informatika Universitas Prima Medan ini tengah bersama Feny Siregar, Rosmawati Ambarita, nenek renta 78 tahun , Delima Sinaga (61 Tahun) berada di Posko.
Mereka berempat sama-sama niat melindungi Dimas, yang tuna daksa.
Feny menjelaskan Putri adalah kakak kandung Dimas. Mereka bermaksud melindungi Dimas agar tidak dipukuli pekerja TPL.
“Kak Putri sampai berlutut memohon agar tidak dipukuli. Namun pekerja TPL tidak peduli. Kami dihajar,” Kata Feny.
Alahasil pentungan kayu mengenai bagian kaki, punggung,pundak dan kepala Putri. “Menurut dokter, kondisinya parah. Agak linglung. Jadi kata dokter akan dibawa untuk konsultasi lanjutan ke psikolog atau psikiater,” katanya.
“Sementara Ibu Delima Sinaga juga dipukul dibagian pundak dan Ibu Rosnawati Ambarita dipukul dibagian bawah mata serta pundak juga,” kata Feny.
Tentang Tanah Adat Sihaporas
Masyarakat adat Sihaporas stelah menghuni dan mewarisi tanah leluhur secara turun-temurun 11 generasi. Leluhur mereka, Martua Boni Raja atau Ompu Mamontang Laut Ambarita ‘mamukka huta’memulai perkampungan sekitar awal tahun 1800.
Masyarakat Sihaporas bukan penggarap. Bukan pendatang. Butkinya, terdapat tujuh orang pejuang Veteran Kemerdekaan RI (LVRI) Penjajah Belanda pernah menggunkan tanah Sihapoas untuk kebun ubi dan tanaman pinus. Dan Belanda menerbitkan Peta Enclave tahun 1916 (29 tahun sebelum Indonesia Merdeka)
Selama ini, masyarakat adat Sihaporas rutin menjalankan prinsip tanah adat, melakukan tradisi si Raja Batak dan leluhur.
Tujuh ritual adat yang diwarisi:
Ragam ritual itu merupakan cara komunitas Masyarakat Adat Sihaporas menghormati dan merawat keterikatan sekaligus doa kepada Debata Mulajadi Nabolon, Tuhan Yang Mahakuasa dengan leluhur, dan dengan para mahluk penguhuni yang terlihat maupun tidak terlihat.
Pertama, Patarias Debata Mulajadi Nabolon adalah ritual pertama dari tujuh ritual yang diwariskan. Ini adalah pesta adat untuk memuji, memuliakan, dan menyampaikan persembahan kepada Sang Pencipta. Dengan diiringi musik tradisional gondang selama tiga hari dua malam, ritual ini digelar setiap empat tahun sekali.
Kedua, Raga-raga Na Bolak Parsilaonan. Ini adalah ritual doa permohonan dan persembahan kepada leluhur Ompu Mamontang Laut Ambarita, dengan diiringi musik tradisional gondang, ritual ini juga digelar setiap empat tahun sekali.
Ketiga, Mombang Boru Sipitu Suddut. Ini adalah ritual dia permohonan dan persembahan kepada Raja Uti dan Raja Sisingamangaraja. Ritual ini digelar selama satu hari tanpa diiringi gondang.
Keempat, Manganjab. Ritual doa ini dilakukan untuk memohon kesuburan dan keberhasilan dalam usaha bertani, sekaligus memohon agar dijauhkan dari segala macam hama dan penyakit pada tanaman. Ritual ini diselenggarakan di ladang (perhumaan) sekali setiap tahun.
Kelima, Ulaon Habonaran i Partukkoan. Ritual doa melalui leluhur atau habonaran dan Raja Sisingamangaraja ini digelar dengan tujuan untuk menjauhkan kampung dari segala macam mara bahaya dan penyakit.
Keenam, Pangulu Balang Parorot. Ritual ini dilakukan untuk berdoa kepada Sang Pencipta Alam melalui penjaga kampung dan hadatuaon supaya penduduk kampung diberikan keselamatan dan dijauhkan dari segala bala.
Ketujuh, Manjuluk. Ritual doa yang diselenggarakan sesaat sebelum mulai menanam ini dilakukan di gubuk atau ladang secara rutin.
Ketujuh ritual adat tersebut merupakan tradisi warisan yang tidak bisa terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari Masyarakat Adat Sihaporas, tetua adat Mangitua Ambarita mengatakan bahwa tradisi leluhur adalah identitas yang akan diwariskan secara turun-temurun ke generasi berikutnya. Oleh karena itu Masyarakat Adat Sihaporas tetap melaksanakan ritual adat sesuai dengan waktu yang ditentukan setiap tahunnya. (*)