Film Nusantara karya Neyra Vision raih Penghargaan Film Dokumenter Terbaik dalam Festival Film Cannes 2025, A.M. Hendropriyono sebagai Gajah Mada

oleh
banner 468x60

Jakarta,msinews.com-Film Indonesia Nusantara telah memenangkan Penghargaan Film Dokumenter Terbaik di Festival Film Cannes 2025, karena film dengan resolusi ultradensity ini menggetarkan penonton internasional dalam ajang film bergengsi yang diikuti oleh ratusan peserta dari seluruh dunia.

Film thriller ini mengisahkan perjuangan pahlawan Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, dari masa kecilnya hingga Maharani Tribhuwana Wijayatunggadewi mengangkatnya sebagai Perdana Menteri, atas upayanya menyatukan apa yang sekarang menjadi negara kepulauan terbesar di dunia, dalam mewujudkan Sumpah Palapa-nya yang sakral.

banner 336x280

Gajah Mada bersumpah untuk tidak menikmati buah Palapa—yang secara simbolis berarti tidak beristirahat dalam kesenangan—sebelum Nusantara dipersatukan sebagai sebuah negara. Dan dia melakukannya dengan sukses, menyatukan sebagian besar kawasan Asia Tenggara, bahkan di luar batas wilayah Indonesia saat ini.

Film yang diproduksi sepenuhnya dengan Kecerdasan Buatan (AI) ini sarat dengan adegan pertempuran kolosal yang dipimpin Gajah Mada, dan merupakan salah satu mahakarya studio produksi Neyra Vision yang berbasis di Jakarta.

Pasukan Gajah Mada bersiap menyerang musuh dalam film Nusantara

Kisah Gajah Mada dalam Nusantara dinarasikan untuk Festival Cannes, Prancis, oleh mantan editor The Jakarta Post, Pitan Daslani, yang mengatakan kepada media bahwa Penghargaan Dokumenter Terbaik ini membuktikan keunggulan dan penguasaan keahlian AI Indonesia dalam produksi film, yang bisa dikatakan sebanding dengan keahlian pusat produksi film kelas dunia seperti Hollywood dan Bollywood.

Pitan Daslani menambahkan bahwa prestasi gemilang Neyra Vision di festival film internasional tersebut akan mendorong lebih banyak lagi talenta AI di Indonesia, terutama generasi muda, untuk menghasilkan film-film inspiratif berdasarkan cerita-cria lokal untuk dipentaskan di panggung global.

Maharani Tribhuwana Wijayatunggadewi mengangkat Gajah Mada, sang prajurit, sebagai Perdana Menteri Majapahit atas kemampuannya menyatukan banyak bagian Asia Tenggara, termasuk yang sekarang menjadi kepulauan Indonesia. Adegan-adegan ini ada dalam film AI Neyra Vision berjudul Nusantara yang memenangkan Penghargaan Film Dokumenter Terbaik dalam Festival Film Cannes yang baru saja berakhir.

Sementara itu, produser kreatif Roma Nebo mengatakan, tujuan Neyra Vision adalah “untuk mendemokratisasikan alat-alat produksi yang dulunya hanya dimiliki Hollywood; dan menjadikan Indonesia sebagai pusat sinema AI dunia. Ketika kreator memiliki alur kerja dan IP, cerita lokal pun dapat menyebar ke mana-mana,” ujarnya.

Nebo menambahkan bahwa memenangkan Penghargaan Film Dokumenter Terbaik dalam festival film bergengsi tersebut merupakan “bukti nyata bahwa cerita Indonesia dapat bergema di panggung dunia ketika teknologi menyingkirkan semua hambatan. Sekarang kami menyerahkan perangkat itu kepada gelombang kreator berikutnya.”

Dalam pengumuman hasil akhir Festival Film Cannes 2025 pada 23 dan 24 Mei, Panitia Pelaksana mengumumkan pemenang untuk sembilan kategori teratas sebagai berikut:

Dokumenter Terbaik: Nusantara, Animasi Terbaik: The Dream, Iklan Terbaik: Givenchy, Film AI Super Panjang Terbaik: Gengis Khan, Film Pendek Terbaik: Mike El Jack Seon, Film Pendek AI Terbaik: Bones of Yew, Film AI Panjang Terbaik: A Day in the Dream, Video Klip Terbaik: Croquette Crew, dan Penghargaan Spesial Dewan Yuri diberikan kepada film End of the World.

Panitia Festival de Cannes juga memberikan Penghargaan Spesial kepada film Deep Cold Blue, Bratan Gray Day, Unblind, Trapped in the System, The Perfect World, dan Vibe Coding. Sementara itu, Penghargaan Honorable Mention diberikan kepada Soul of Shipwreck, Omni Trans. Cam, Ychu, Tant Walkers, Mulan, End of the World, dan Alas de Papel.

Finalis lainnya adalah Pi in the Sky, Depths, Beyaz Guvercin, Love, Mila, Song of Desert, Beyond Healing, dan The Box. Sebelum sesi penutupan, panitia telah menominasikan Lafayette House, Nine, Emerge, Teos: The Call of Dionysos, Blooding Paradiso, Freya, Werewolves in Brooklyn, The Questioning, Genesis Installed, Nalvora, Just Say PSA, dan Kenopsia.

Film Indonesia telah berkali-kali mengikuti Festival Film Cannes, tetapi film Indonesia pertama yang memenangkan penghargaan di sana adalah film pendek Prenjak (juga dikenal sebagai In the Year of the Monkey) karya sutradara Wregas Bhanuteja. Film ini memenangkan Leica Cine Discovery Prize untuk Film Pendek di bagian Critics’ Week pada tahun 2016.

Film-film Indonesia terkenal lainnya yang pernah ditayangkan di Festival Cannes termasuk Daun di Atas Bantal (1998), Serambi (2006), dan Fox Exploits the Tiger’s Might (2005), tetapi film-film ini tidak memenangkan penghargaan.

Hingga tahun 2025, Indonesia terus berpartisipasi aktif di Festival Cannes dengan film-film seperti Renoir yang bersaing dalam kompetisi utama, dan Pangku yang dipilih untuk program HAF Goes to Cannes, tetapi belum ada film Indonesia lain yang memenangkan penghargaan utama di festival film tersebut.

Oleh karena itu, Penghargaan Film Dokumenter Terbaik untuk Nusantara karya Neyra Vision telah membawa pulang kebanggaan besar bagi bangsa Indonesia, yang membuktikan naiknya keahlian AI Indonesia ke atas pentas industri film global.

Pasukan Gajah Mada berjalan menuju medan pertempuran

Aktor dan Tim Produksi Film Nusantara

Film ini terinspirasi dari gagasan Mayjen TNI Lukman Ma’ruf dan Letkol. Yudi, dengan Helmy Yahya sebagai produser eksekutif, Indra Yudhistira sebagai produser, dan Roma Nebo sebagai produser kreatif.

Sementara itu, mantan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal (pur) A.M. Hendropriyono memainkan peran visioner sebagai Gajah Mada, sang pendekar agung, yang memimpin pasukan sambil mengacungkan pedang dan mengaum bagai singa untuk memberi semangat kepada pasukannya, menyerupai adegan pertempuran sesungguhnya.

Konsultan sejarah dan naskah film ini adalah Reinhard Tawas, sementara Ruslan Is adalah konsultan senior, bersama dengan Oleks Kozh sebagai konsultan, Ara Arush sebagai sutradara & editor suara, dan Alexis Nova sebagai pembuat film AI.

Cerita ini dinarasikan dalam bahasa Inggris oleh Pitan Daslani, sementara Devi Erna Rachmawati memainkan peran sebagai Maharani Tribhuwana Wijayatunggadewi, penguasa ketiga di Kerajaan Majapahit. [***]

 

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *