Sri Mulyani Minta Kementerian Blokir Anggaran Senilai Rp 50,14 Triliun

Jakarta, MSINews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah meminta semua kementerian dan lembaga untuk memblokir anggaran mereka pada tahun ini melalui mekanisme automatic adjustment sebesar Rp 50,14 triliun. Pemberitahuan mengenai automatic adjustment ini telah disampaikan oleh Sri Mulyani sejak 29 Desember 2023, sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

Dilangsir dari halaman tempo, tidak semua program terkena blokir atau penundaan belanjanya. Program Ibu Kota Negara (IKN) termasuk dalam anggaran yang tidak terkena pemblokiran, seperti yang tercatat dalam surat resmi SMI nomor S-1082/MK.02/2023.

Baca juga : Caleg DPR RI Gerindra, Andy Cahyadi Sampaikan Misi Politik ‘Kebongkar Ini Tujuannya’

Surat tersebut ditujukan kepada para menteri dan kepala lembaga, termasuk Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Lembaga Pemerintahan Non Kementerian, dan Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara.

Poin 3C surat tersebut menjelaskan sejumlah anggaran yang dikecualikan dari pemblokiran, antara lain belanja bantuan sosial, belanja terkait tahapan Pemilu, belanja terkait IKN, pembayaran kontrak tahun jamak, pembayaran ketersediaan layanan, daerah otonomi baru/Kementerian/Lembaga baru, dan untuk mendukung peningkatan produksi beras dan jagung.

Kegiatan yang diprioritaskan untuk diblokir adalah belanja barang dan belanja modal yang dapat diefisienkan, tidak mendesak, atau dapat ditunda.

Kegiatan yang diperkirakan tidak dapat dipenuhi dokumen pendukungnya sampai dengan akhir semester I 2024 juga akan diblokir.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan membantah bahwa pemblokiran anggaran tersebut bertujuan untuk memberi jalan kepada program bantuan sosial agar bisa berjalan.

Baca juga : Suhu Politik Memanas: Ahok Sindir Jokowi-Gibran, Gerindra Balas Pedas

Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui bahwa salah satu sumber pembiayaan program bantuan sosial berasal dari automatic adjustment.

Dengan pemblokiran anggaran ini, duit pemerintah yang sudah ada dapat diprioritaskan untuk belanja bantuan sosial, sementara program yang tidak dianggap prioritas bisa ditunda hingga kesiapan dana tersedia. (red)