Mimpi yang Tercoreng: Jerat Penipuan Bimbel Calon Polisi dan Desakan Integritas

oleh

Jakarta,msinews.com – Di tengah hiruk pikuk persiapan seleksi anggota Polri, tersimpan kisah-kisah pahit tentang mimpi yang direnggut oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.

Modus penipuan berkedok bimbingan belajar (bimbel) masuk kepolisian kembali mencuat, menjerat calon abdi negara dengan janji-janji manis kelulusan instan yang berujung pada kerugian material dan mental.

Kasus terbaru yang diungkap Polda Sumatera Utara, di mana tiga tersangka meraup miliaran rupiah dari orang tua calon siswa, menjadi bukti nyata betapa rentannya impian ini dimanfaatkan.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, Abdullah, tak tinggal diam. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dan tanpa pandang bulu terhadap para pelaku.

“Penipuan berkedok bimbel masuk polisi ini sangat meresahkan. Aparat harus menindak tegas siapa pun pelakunya,” tegas Abdullah dalam keterangannya ,Kami 19 Juni 2025.

Bahaya Konflik Kepentingan dan Integritas Institusi

Sorotan Abdullah tidak hanya tertuju pada para penipu, melainkan juga pada maraknya bimbel yang diduga dikelola oleh oknum polisi atau keluarga mereka.

Praktik ini, menurutnya, menciptakan konflik kepentingan yang berbahaya dan berpotensi merusak integritas institusi kepolisian.

Ia menekankan pentingnya aturan tegas yang melarang anggota Polri, baik secara langsung maupun melalui keluarganya, untuk terlibat dalam bisnis bimbel atau memberikan jaminan kelulusan.

“Ini berbahaya. Kalau ada keluarga polisi yang membuka bimbel, apalagi menjanjikan kelulusan, itu bisa menciptakan kesan jual-beli jabatan dan merusak integritas institusi kepolisian. Harus ada aturan tegas melarang hal semacam ini,” ujarnya, menyoroti celah yang dapat dimanfaatkan untuk praktik culas.

Proses rekrutmen anggota Polri, lanjut Abdullah, harus dijaga transparansi dan akuntabilitasnya. Tujuannya jelas: memastikan bahwa Korps Bhayangkara diisi oleh individu-individu yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi.

Rekrutmen yang bersih adalah pondasi untuk membangun kepolisian yang profesional dan dipercaya masyarakat.

Jerat Janji Palsu dan Seruan Kewaspadaan
Kasus di Sumatera Utara menjadi contoh pahit dari janji palsu ini. Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Utara telah menetapkan tiga tersangka: mantan anggota Polri Parlautan Banjarnahor dan istrinya, Rita Hurhaida Butar-Butar, serta karyawan Susilawati Siregar.

Mereka mengelola bimbel bernama “Maju Bersama” dan berhasil meraup uang tunai sebesar Rp 1,43 miliar dari lima orang tua calon siswa Bintara Polri 2024. Modus operandi mereka memanfaatkan keinginan kuat para calon siswa dan orang tua untuk melihat anak-anak mereka mengenakan seragam kebanggaan.

Menyikapi fenomena ini, Abdullah mengimbau masyarakat, khususnya para orang tua dan calon peserta, untuk tidak mudah tergiur dengan janji-janji kelulusan yang ditawarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Saya imbau kepada seluruh masyarakat, terutama para orang tua dan calon peserta, jangan percaya pada pihak yang mengaku bisa meluluskan dengan bayar. Semua harus lewat proses resmi yang objektif,” pungkasnya.

Komisi III DPR RI, menurut Abdullah, akan terus memantau proses rekrutmen anggota Polri. Komitmen ini bertujuan untuk memastikan seleksi tetap bersih dari praktik-praktik curang dan tidak etis, demi menjaga marwah institusi kepolisian dan melindungi mimpi anak-anak bangsa dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kasus-kasus seperti ini menjadi pengingat pahit bahwa integritas harus dijaga di setiap lini, agar setiap seragam yang dikenakan benar-benar hasil dari perjuangan yang jujur dan bukan transaksi ilegal.*