Jaksa KPK Ungkap Dugaan Korupsi Muhammad Lutfi Terlibat Gratifikasi Proyek Miliar Rupiah

oleh

Mataram, MSINews.com – Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan peran Wali Kota Bima periode 2018-2023, Muhammad Lutfi, dalam dugaan perkara gratifikasi terkait sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin, Andi mewakili jaksa KPK menyatakan bahwa terdakwa telah memperkaya diri dan pihak lain dengan menerima gratifikasi senilai Rp1,95 miliar.

Perbuatan melawan hukum tersebut terutama ditemukan dalam pelaksanaan proyek yang berjalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bima. Pada tahun 2019 saja, tercatat ada 15 proyek fisik di bawah kendali terdakwa, dengan nilai proyek mencapai Rp32 miliar.

Baca juga : Penyidik KPK Pangil Dua Pejabat Kementan Terkait Kasus Korupsi  SYL

“Wali Kota Bima telah memperkaya diri dan orang lain dengan menerima gratifikasi senilai Rp1,95 miliar pada sejumlah pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bima,” kata Andi Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin 22/1/2024.

Jaksa juga mengungkap keterlibatan istri terdakwa, Ellia alias Umi Eli, dan adik ipar terdakwa, Muhammad Maqdis, dalam pengaturan pemenangan proyek.

Keduanya seringkali muncul dalam uraian dakwaan sebagai pelaksana perintah terdakwa. Selain itu, beberapa pejabat pemerintah seperti Agus Salim, Farhat, dan Muhammad Amin juga terlibat dalam skema korupsi ini.

Dalam dakwaan, terungkap bahwa terdakwa memberikan proyek bernilai miliaran rupiah kepada tim sukses yang mendukungnya pada kontestasi Pemilihan Kepala Daerah Kota Bima tahun 2018.

Jaksa menyoroti bahwa penerimaan gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK. Menurut jaksa, hal ini menunjukkan ketidakpatuhan terdakwa terhadap peraturan yang mengharuskan pelaporan harta kekayaan.

Baca juga : Istana Sebut Jokowi dan Kemensetneg Harus Konfirmasi Pengganti Firli Bahuri Sebelum Ajukan ke DPR

“Dengan adanya penerimaan dalam bentuk uang dan barang, jaksa menyatakan bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” tegas jaksa.

Jaksa menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pidana karena berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, dakwaan jaksa menyatakan adanya pemufakatan jahat dalam sejumlah kegiatan pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bima saat Muhammad Lutfi menjabat sebagai Wali Kota Bima. (Dar)